Wednesday, August 31, 2011

palu contemporary

Biografi Pengarang

Moh. Nurdiansyah Lahir di kota Palu, 14 Oktober 1979 menikah dengan Nurul Jamilah, dikarunia anak lelaki bernama Miftakhul Abdussalam. Pendidikan terakhir Institute Seni Indonesia Yogyakarta. Tahun 2008. Mulai mengenal seni teater Tahun 1996, dan berperan dalam lakon “Sando”, karya Hidayat Lembang di Taman Gor Kota Palu Sulawesi Tengah. Tahun 1997, pentas Naskah “Tomanuru” karya Musa Abd Kadir sebagai pemain. Tahun 2000, pentas teater dalam Festival Alimin Award naskah “Lysistrata” karya Sophoclas sebagai Walikota bertempat di Auditorium RRI Kota Palu meraih Aktor terbaik. Tahun 2001, berperan sebagai Alimin dalam naskah “DOR” karya Putu Wijaya. Tahun, 2003, pentas “Tomanuru” naskah dan sutradara Musa Abdul Kadir, dalam “Festival Teater Alternatif Gedung Kesenian Jakarta”. Tahun 2004, bergabung dengan sanggar teater Debur 21 Yogyakarta sebagai Aktor pentas di tiga Kota (Bandung, Surabaya, Yogyakarta). Naskah “Jangan Kau Culik Anak Kami” Sutradara dan penulis Alan Papin. Tahun 2008 bergabung dengan sanggar Teater Lampu Pleret Yogyakarta.

Belajar menyutradarai dan menulis naskah diawali Tahun 2004, dalam naskah “Parodi Taiganja” di pentaskan di Auditoriun RRI Kota Palu. Tahun 2003, sebagai sutradara, pemain dan penulis naskah “Kepala Batu Batu Kepala” di pentaskan dalam acara Artefak Donggala di Sulawesi Tengah. Tahun 2006, sutradara lakon “Sahabat Terbaik” karya James Saunders dipentaskan di stage teater ISI Yogyakarta. Tahun 2006, sutradara lakon “Sonata dan Tiga Lelaki” #1 karya Jean Tardieu pentas di Stage Teater ISI Yogyakarta. Tahun 2007, Sutradara lakon “Sonata dan Tiga Lelaki” #2 karya Jean Tardieu dipentaskan di Teater Arena ISI Yogyakarta. Tahun 2008, Sutradara lakon “Sonata dan Tiga Lelaki” #3 karya Jean Tardieu di pentaskan di Stage Teater ISI Yogyakarta. Tahun 2008, Sutradara dan Aktor dalam lakon “Roro Mendut Jelas Salah” karya Wimbadi JP. Dipentaskan di Taman Budaya Yogyakarta. Tahun 2009,

Sutradara dan penulis naskah “Tondatalusi” dipentaskan di Gedung Cak Durasim Surabaya pada Festival Soerabaya Djoeang. Tahun 2009, Asisten Sutradara dan Stage maneger dalam naskah “Sepasang Merpati Tua” karya Bagdi Soemanto dipentaskan di Taman Budaya Yogyakarta. Tahun 2010, Sutradara dan penulis naskah “Balada Orang Sampah” dipentaskan di Taman Budaya Kota Palu Sulawesi Tengah. Tahun 2010, Sutradara naskah “Lawan Catur” karya Keneth Arthur dipentaskan pada Festival Teater Pelajar Tingkat Nasional Se- SMA di IKIP PGRI Semarang dan mendapat tiga Nominasi (pembantu Aktor terbaik, Aktris terbaik, Penyaji terbaik). Tahun 2010, sutradara naskah “Topogente” karya Ashar Yotomaruangi dipentaskan di Gedung Cak Durasim Surabaya dalam Festival Negarakreatagama. Tahun 2010.

Penata Artistik dan Aktor dalam naskah “Awas” karya Putu Wijaya ditulis kembali dan disutradarai oleh Ibet pada acara “Mimbar Teater” di teater Bong Taman Budaya Surakarta. Tahun 2010, Menyutradarai Naskah “Balada Orang Sampah” naskah M. Noerdianza pementasan teater Sanggar Seni Lentera di Taman Budaya Kota Palu. Tahun 2011 Menyutradarai dua naskah sekaligus, tema “Semalam Dua Karya”, yakni “KEHIDUPAN GALILEI” Judul Asli “Leben des Galile” karya Bertolt Brecht. Terjemahan Frans Rahardjo. “DIAM” Judul asli “Le Silence” karya: Jean Murriat Saduran; Bagdi Soemanto. Tahun 2011, Menyutradarai naskah berbahasa Kaili “I MANGGE MPOBILISI” karya Ashar Yotomaruangi di pentaskan keliling di kota dan kabupaten. Tahun 2011, menyutradarai naskah “TARIAN KATA PEMIMPIN” karya Moh. Nurdiansyah.

Selain Aktor dan sutradara teater, juga mendalami bidang Artistik, yakni Tahun 2007, penata panggung dalam lakon “Come and Go” di Kedai Kebun Yogyakarta. Tahun 2007, penata panggung dalam lakon “Kereta Kencana” karya Iogene Ionesco di Stage Teater ISI Yogyakarta. Tahun 2009, penata lampu pentas Monolog “Merdeka” karya Putu Wijaya pada Festival Kesenian Yogyakarta, di Taman Budaya Yogyakarta. Tahun 2008, Penata panggung naskah “Abu” sutradara Daniel Exaudi dalam Tugas Akhir penyutradaraan di Sage Teater ISI Yogyakarta. Dalam bidang sastra Tahun 2001, mengikuti “Lomba Cipta Puisi Mencari Jejak” dilaksanakan oleh Dewan Kesenian Palu sebagai peserta. Menulis naskah Teater “Tondatalusi”, menulis Naskah Teater “Belenggu Air”, menulis naskah “Parodi Taiganja” menulis naskah “Kepala Batu Batu Kepala”, menulis naskah “Balada Orang Sampah”, menulis naskah “Tarian Kata Pemimpin”.

Prestasi yang diraih, Tahun 2000, sebagai Aktor terbaik “Festival Alimin Award”. Tahun 2001, Harapan 1 Lomba Cipta Puisi “Mencari Jejak”, Tahun 1999, Juara 1 lomba cipta lagu pada Festival Musik Akustik di Kota Palu. Pengalaman dalam bidang Musik. Tahun 2001, bergabung dengan sanggar tari tradisi Cemara Vaino Kota Palu sebagai penata musik tari. Tahun 2003, bergabung dengan Komunitas Seni Tadulako pentas musik etnik Kontemporer “Kumpul Kempel Kampus” di Teater Kecil Surakarta, sebagai penabuh gendang, Tahun 2003, pentas musik kontemporer “Lima Cara Lima Suara” di Taman Ismail Marzuki (TIM), Tahun 2004, Ilustrasi musik teater “Kereta Kencana” mayor Vocal dan suling, sutradara Erwin Sirajudin. Tahun 2004, Penata musik puisi “Mainang” karya Iyak dipentaskan dalam acara pentas perdana sanggar Sawung Dupat di Stage Teater ISI Yogyakarta. Tahun 2007, penata musikalisasi puisi “Sepasang Pengantin” karya Iyak dalam acara temu sastra UGM. Tahun 2011 Penata Musik Tari S-2 dengan tema lingkungan di sungai halaman Joko Pekik. Tahun 2011 Penata Musik Teater S-2 sutradara Silvi Purba (Dosen ISI).

Landasan Penciptaan
Berangkat dari selera tiap-tiap individu dikemas menjadi sesuatu yang mugkin menggelikan tapi itulah kejujuran. Layaknya anak-anak kecil sedang asik bermain mengeluarkan kata-kata “jorok” yang menyinggung perasaan tapi itulah kenyataan dari ke-polos-an seorang anak, tanpa menyadari apakah berdosa atau tidak ataukah menyinggung perasaan atau tidak. Landasan penciptaan ini meminjam aliran, gaya dan bentuk Performance Art yang banyak dipengaruhi oleh Dadaisme dan Futurisme.

Dadaisme berasal dari bahasa Jerman yang berarti tanda kebodohan yang naïf, ketololan, lamban. Dada atau Dadaisme tumbuh dan berkembang di wilayah netral, yaitu Zürich, Switzerland, semenjak Perang Dunia I (1916-1920). Aliran gaya dan bentuk Dadaisme meliputi seni visual, sastra (puisi, pertunjukan seni, teori seni), teater dan desain grafis. Titik fokus aliran ini, yakni budaya dan politik. Kegiatan gerakan ini antara lain pertemuan umum, demonstrasi dan publikasi jurnal seni/sastra. Tahun 1924, aliran Dada menemukan gaya dan bentuknya menjadi Surealisme, Realisme Sosial, dan sebagainya. Mayoritas pecinta Dada menentang mengatakan Dada sebagai awal seni postmodern. Setelah Perang Dunia II berakhir, sebagian besar penganut Dadais Eropa pindah ke Amerika Serikat.

Akhir perang dunia kedua banyak bermunculan gerakan dalam bidang seni dan sastra. Namun Vladimir Lenin tidak perduli dengan aktivitas revolusi seni, Vladimir menulis rencana revolusioner Rusia di apartemen dekat gedung Cabaret Voltaire. Pada saat itu pula berlangsung pertunjukan Dadais Zurich. Pada tahun 1974 Tom stoppat menggunakan kisah tersebut menjadi ide karya dramanya yang berjudul “Travesties” tokoh yang ditulis dalam karyanya, yakni Tzara, Lenin, dan James Joyce. Setelah pertunjukan usai, gedung Cabaret Voltaire tidak terpakai lagi. Tahun 2002 tepatnya bulan Januari hingga Maret, Mark Divo pimpinan Dadais menggelar pertunjukan. Para kelompok yang mengikuti pagelaran tersebut meliputi Jan Thieler, Ingo Giezendanner, Aiana Calugar, Lennie Lee dan Dan Jones. Setelah pagelaran berakhir para kelompok tersebut mengasingkan diri. Kini gedung Cabaret Voltaire menjadi museum sejarah Dada. Karya Lennie Lee dan Dan Jones terpampang di dinding museum. Tahun 1967, diadakanlah pertemuan di Prancis. Pada Tahun 2006, Museum Seni Modern di New York City mengadakan pameran Dada bersama Galeri Seni Nasional (National Gallery of Art) di Washington D.C. dan Centre Pompidou di Paris.

Futurisme lebih berbentuk manifesto/pernyataan daripada praktek, dan lebih propagandis daripada sebuah bentuk produksi nyata. Pelopor performance art “Bauhaus” Jerman, didirikan pada 1919, adalah aliran, gaya dan bentuk seni yang mengeksplorasi hubungan antara ruang, suara dan cahaya. Di Amerika Serikat performance art “The Black Mountain College” didirikan di Amerika Serikat pada tahun 1960-an oleh instruktur Bauhaus tetapi diasingkan oleh Partai Nazi, selain itu juga ada "Beatniks" - stereotip: rokok, kacamata hitam dan baret hitam, cukup terkenal sekitar akhir 1950-an dan awal 1960-an. Pada awalnya aliran, gaya dan bentuk seni ini digunakan untuk menggambarkan setiap peristiwa yang artistik dalam hidup seperti penyair, musisi, pembuat film, dll - di samping seniman visual. Dada, Futurism, Bauhaus dan Black Mountain College adalah inspirasi dan membantu membuka jalan bagi Performance Art yang mengacuh kepada tubuh fisik.

Obyek Penciptaan
Sekilas tentang “Tondatalusi”

TONDATALUSI, memiliki makna yang terdiri dari tiga tungku mewakili Adat, Agama dan Pemerintahan, sebagai simbol ke-bersama-an menuju sebuah tujuan, yakni KEDAMAIAN. Berikut penjelasan secara spesifik mengenai sistem tradisi. TONDATALUSI adalah sistem tradisional atau pra modern, antara lain individu dan masyarakat tidaklah merupakan objek, tetapi subjek yang turut menentukan arah kehidupan. Sistem Agama adalah sistem yang baku yang tidak bisa diubah agamalah dasar pijak kehidupan. Dan kebenarannya tak diragukan lagi. Sistem pemerintahan adalah sistem politik modern yang memiliki tiga unsur, di antaranya Demokrasi, Konstitusional, dan Berlandaskan hukum. Demokrasi adalah kebebasan individu dalam berpendapat, Konstitusional ialah aturan dasar yang ditempuh melalui kesepakatan. Sementara Hukum itu sendiri mewadahi perbedaan paham dan pandangan, serta mengatasinya dengan cara beradap dan damai, dalam aturan yang disepakati bersama.

Konsep Penciptaan
Penciptaan ini mengambil acuan dari realitas sosial kultur masyarakat kota palu. Hal penting dalam konsep penciptaan, yakni pesan moral yang termuat dalam penciptaan, yang nantinya penulis akan sampaikan melalui simbol kostum, tubuh fisik dan lokasi tempat pertunjukan. Dan menjadi titik fokus pada penciptaan ini, yakni Teluk, Kota dan Perubahan. Proses penciptaan ini berangkat dari sistem tradisi di tanah kaili yang disebut dengan Tradisi “Tondatalusi”.

Tradisi Tondatalusi dibenturan dengan realitas modern. Dalam masyarakat modern dasar atau keutamaan dari sistem sosial antar individu telah melangkah jauh dari aturan-aturan dan hubungan antara satu dengan yang lainnya dan lebih bersifat impersonal menjadi lebih pre-dominan. Bahwa kebersamaan me-nampak-kan kesenjangan sosial semata-mata hanyalah khiasan belaka, bagai tarian kata yang di-curah-kan di dinding closet. Duduk berak membaca tulisan sekitar lalu keluar dan me-lupakan-nya. Tidak ada lagi yang saling percaya, idelisme komunal kehilangan makna, dan sistem telah melangkah jauh dari bukti-bukti empiris (berdasarkan pengalaman dan penghayatan) Idealisme dalam penulisan ini tidak lagi menunjukkan sikap saling menerima atau menghayati antara satu dengan yang lainnya, hilangnya sikap saling menyokong sebuah perencanaan, kepala adat mengundang mahluk gaib melalui tubuhnya, dan mahluk gaib itu berkata. “Tambang Emas di Poboya milik rakyat dan harus diperuntukan untuk rakyat, tidak akan terjadi apa-apa, tidak akan ada bencana tetapi dengan satu syarat harus berpegang teguh pada “keadilan”. Tetapi pada realitasnya tidak ada keadilan yang terlihat. Hasil yang didapatkan para pekerja tambang tidak setimpal dengan kerjanya, apalagi pekerjaan menambang yang menjadi taruhannya adalah nyawa. Puluhan bahkan ratusan penambang mati tertimbun tanpa adanya kabar berita, yang paling buruk lagi, limbah tambang mengotori kejernihan air. Kejernihan air berubah menjadi keruh bercampur limbah mercury yang berasal dari tambang emas Poboya.

Menurut Ketut Suarayasa, hasil lab menunjukkan 0,01 masih bisa dikatakan normal, namun saat ini hasilnya telah mencapai 0,005, berarti positif mengandung mercury,” Mercury adalah unsur kimia sangat beracun (toxic). Logam Hg ini dapat terserap ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan kulit. Bahaya penyakit yang ditimbulkan oleh senyawa merkuri di antaranya kerusakan rambut dan gigi, hilang daya ingat dan terganggunya sistem syaraf.

Bila kita memandangi kota dari puncak ketinggian memiliki pemandangan khas yang unik dan begitu indah dipandang mata. Berada di antara aliran sungai yang mengalir dari arah selatan. Sisi barat dan timur adalah pegunungan yang ceruk lonjongnya ke arah utara membentuk garis pesisir teluk yang menawan. Dimensi gunung, sungai, laut dan pesisir teluk itu memberi ciri khas tersendiri bagi kota Palu. Seiring dengan kemajuan perkembangan pembangunan fisik dan non fisik yang semakin pesat, Taman Hutan Raya Poboya pun kini gundul dan berbopeng. Sangat disayangkan apabila kita berada di tengah kota, terik matahari begitu terasa di ubun-ubun, pepohonan seperti yang kita pahami sebagai nafas bumi begitu rindang dipinggiran trotoar jalan, menghiasi kota dan memberi kesejukan pada pejalan kaki untuk berteduh dilenyapkan begitu saja. Sementara rombongan pembela agama menganggap diri mereka lebih benar dari yang lain, memukul tanpa adanya alasan dan belas kasih, agama mereka jadikan sebagai dalih. Para pemerintah menjalankan roda pemerintahannya macet dikarenakan angka-angka. Semua ingin me-nunjuk-kan eksistensinya sendiri tanpa peduli siapa dan apa yang ada di sekitarnya.

Pesan Moral
Pesan moral dapat diartikan sebuah nasehat atau ajakan tentang ajaran baik dan buruk yang diterima oleh umum mengenai perbuatan dan sikap manusia. Dengan demikian pesan moral dalam performance art dengan judul “Tondatalusi tinggal sebuah dongeng”. Performance ini bukan hiburan yang memanjakan penonton. melainkan kegelisahan individu terhadap realitas sosial, kita sendiri seolah saling menelanjangi, saling membuka aib melupakan etika, hilangnya kebersamaan antara adat agama dan pemerintah untuk saling mengisi dan berbagi gagasan-gagasan demi pembangunan kota itu sendiri. Bukan merasa diri sok suci dari individu lain. Manusia hanya bisa saling mengingatkan, saling menopang demi terciptanya pembangunan karakter individu. Terwujudnya pembangunan karakter individu akan mewujudkan karakteristik suatu bangsa. Meskipun demikian kita tak dapat menyangkal bahwa kita tidak bisa lepas dari sistem-sistem yang telah dibuat dan telah disepakati bersama. Satu-satunya cara membuat sistem di dalam sistem, dengan sistem cinta. Hanya dengan sistem cinta tentu kita akan tersentuh untuk menjaga kelestarian, kekhasan dan keunikan kota dan menghargai tradisi budaya di tanah Kaili. Tradisi tondatalusi kini layaknya sebuah dongeng yang hanya meninabobokan kita.

Pemilihan Tempat
Lokasi performance outdoor dengan dua alternatif. Pertama halaman Taman Budaya, kedua kampung nelayan tepatnya pinggiran pantai pegaraman. Alasan memilih dua alternatif tempat, pertama lokasi Taman Budaya adalah tempat atau wadah seniman berkreasi, dan melihat lokasi di halaman Taman Budaya kurang dengan pepohonan sesuai degan konsep pertunjukan.

Alternatif kedua kampung nelayan tepatnya lokasi pegaraman selain tidak adanya tempat berteduh dari pepohonan, konon kabarnya juga lokasi pegaraman tersebut adalah tempat awalnya rombongan Pue Nggari mendiami Besusu. Dilokasi penggaraman ini digalilah sumur oleh seorang keluarga Pue Nggari yang bernama “Rasede”, sumur inilah yang diberi nama “Buvu Rasede” sampai sekarang.

Costum
Kostum sebagai semiotika atau simbol tanda dan penanda dalam pertunjukan. Sama halnya dengan pilihan tempat yang dipaparkan di atas. Pilihan kostum dibagi menjadi tiga bagian sesuai urutan tradisi Tondatalusi diawali dengan adat. Adat ibarat awal lahirnya manusia dari rahim seorang ibu, yakni kepala. Kepala sebagai tanda kehormatan maka penanda yang digunakan adalah Siga atau pelindung kepala istilah umum dikenal topi. Setelah adat masuklah agama yang di simbolkan dengan baju koko. Kemudian pada bagian bawah menganakan celana dinas pegawai negeri. Sebagai penggerak berkembang atau tidaknya suatu bangsa. Agama berada diposisi tengah yang ditandai dengan baju koko sebagai penyeimbang. Sementara payung simbol perlindungan. Payung yang akan digunakan performer, yakni payung yang lubang dan terlihat kusam, beberapa jerujinya patah dan berkarat. Payung sebagai penanda kota.

Plot/Alur (jalan cerita)
Performance dimulai saat matahari tepat diubun-ubun. Performer menggambar peta Sulawesi Tengah dengan cat dan kuas, di mana titik kuas berhenti di situlah perform duduk. Seiring waktu berjalan perform terus duduk di bawah terik matahari sambil berlindung di bawah payung yang nampak kusam dan berlubang-lubang. Karena tidak tahan dengan panasnya terik Matahari, perform membuka siga (penutup kepala) dan menaruhnya di atas payung yang berlubang. Kemudian perform kembali duduk statist. Cahaya panas matahari masih menembus payung yang berlubang, perform membuka baju koko kemudian menaruhnya di atas payung menutupi lubang. Perform kembali duduk seperti semula. Waktu terus berlalu cahayapun masih menembus payung, perform membuka celananya lalu menaruhnya di atas payung. Perform kembali duduk. Jarum jam setia pada lingkarnya, cahaya matahari tidak terlihat lagi menembus payung yang berlubang, akhirnya perform menutup payung dengan perlahan dan tubuhnya terbungkus payung.


Dari Alur cerita di atas ditemukanlah tema dari judul karya performance:

“Tondatalusi”
tinggal sebuah dongeng
Tema: “Rindu akan hadirnya sebuah kebersamaan”


“performance art & kontemporer”
Sekilas perjalanannya

Berbicara mengenai performance art sama halnya membicarakan semangat pembaharuan dalam seni. Satu semangat yang bisa membuat penonton tertantang berpetualang. seperti halnya seniman: selalu melakukan petualangan setiap kali berkarya. "Performance art” adalah sebuah penampilan langsung yang memadukan segala unsur seni. Cara menikmati karyanya sangat tergantung pada tindakan yang ditentukan oleh suatu tempat dan penonton. Ini sebuah bentuk seni yang tumpang tindih dan melampaui bentuk-bentuk karya yang menggunakan aksi atau tindakan seperti; happening art, action painting, process art, street art, body art, dan sebagainya. Sebuah performance art ditentukan oleh beberapa cara yang tidak sama dengan teater atau seni tari. (Walker, 1977). Sekitar tahun 1909 kelompok Futurist di Paris yang beranggotakan penyair, pelukis, dan pemain teater, menggunakan tubuh sebagai medium performance art. Mereka menganggap bahwa tidak ada sesuatu yang riil kecuali benda-benda fisik, akal dan kesadaran merupakan perwujudan dari benda itu sendiri dan dapat mengecil menjadi unsur-unsur fisik dalam seni. Perfomance art juga merupakan bentuk perlawanan terhadap kemapanan seni yang hanya dapat dikonsumsi oleh segelintir orang kaya dan penguasa.

Sejarah Perforamance art di Indonesia
Di Indonesia performance art muncul tahun 1975 seiring dengan adanya Gerakan seni rupa Baru. Pada awal kemunculannya sampai tahun 2000, performance art masih ”murni” menjadi seni garda depan. Kritis terhadap dunia seni rupa Indonesia dan muncul di jalan-jalan bersama mahasiswa dan masyarakat berdemonstrasi memperjuangkan nilai keadilan. Ketika muncul warna baru dalam seni rupa (media art dan new media art) yang lahir dari persinggungan seni dan teknologi, performance art mengalami perkembangan. Dalam perkembangan dunia seni rupa kontemporer Indonesia dewasa ini, khususnya karya-karya yang bersinggungan dengan perkembangan teknologi, New Media Art (seni media baru) adalah salah satu contohnya. Dalam konteks seni, penggunaannya sering dipahami sebagai tawaran kemungkinan baru dalam menciptakan atau mengalami kesenian. Salah satunya adalah adanya perubahan bentuk performance art menjadi multimedia performance dan yang terakhir berubah bentuk menjadi video performance. Video performance, lahir dari sejarah panjang perkembangan performance art. Selain persoalan perpaduan seni dan teknologi yang mendorong metamorfosisi (perubahan bentuk) performance art menjadi video performance seperti di atas. Tulisan ini juga membahas aspek-aspek sosial seiring kemunculan dan perkembangan performance art di Indonesia. Pertama performance art sebagai seni penyadaran dan perlawanan dengan cara mengembangkan kembali realitas sosial dan kemapanan seni rupa itu sendiri. Kedua adanya wadah dalam praktik pemberitaan kilat secara luas (termasuk Indonesia) yang membelokkan arah perjuangan. Ada juga jenis performance art dari wadah penyadaran menjadi seni periklanan untuk kepentingan pasar.

Contemporary
Contemporary banyak digunakan untuk menyebut praktek seni visual. Dalam pertunjukan Kontemporer tidak ada pertanyaan yang terjawab secara langsung, tidak ada gaya yang wajib dianut, tidak ada penafsiran yang selalu benar. Seni Kontemporer adalah perkembangan seni yang terpengaruh dampak modernisasi dan digunakan sebagai istilah umum. Sejak istilah Contemporary Art berkembang di Barat sebagai produk seni yang dibuat sejak Perang Dunia II. Kontemporer berkembang di Indonesia seiring makin beragamnya teknik dan medium yang digunakan untuk memproduksi suatu karya seni, Tidak ada sekat antara seni visual, teater, tari, dan musik. Menurut pendapat penulis Kontemporer itu ilmu yang mempelajari kebebasan ekspresi memiliki makna-makna filosofis tanpa bergantung pada aturan-aturan dari ragam unsur seni. Kontemporer itu berbicara masalah kekinian, selalu abdate dengan peristiwa peristiwa kekinian.

Sunday, July 31, 2011

Proses Kreatif Sanggar Seni Lentera Kota Palu

Oge Bin Sone Ltr


Sabtu, 28 Mei 2011 Desa Towale, Donggala.

Eksistensi Sanggar Seni Lentera kini dapat dibuktikan dengan pementasan keliling yang diadakan secara berkesinambungan yang diawali di Desa Towale, Kabupaten Donggala Sabtu (28/5) Malam. Pementasan Teater berbahasa kaili berjudul I Mangge Mpobilisi yang secara etimologis atau asal kata berarti “Mangge” (Paman) yang selalu marah-marah, mendapat sambutan sangat baik dari warga Desa. Ratusan warga memenuhi halaman Sekolah Dasar yang menjadi “panggung” pertunjukkan malam itu. Tidak ada polesan bedak dan baju yang bagus, semua warga menyaksikan pertunjukan dengan kostum apa adanya. Mengenakan sarung, baju yang sedikit robek, bahkan tanpa alas kaki. Antusias warga desa-pun telah terlihat beberapa jam sebelum pementasan dimulai. Anak-anak berkumpul menyaksikan bagaimana para aktor melakukan latihan blocking, ketika aktor mulai proses make up, dan ketika alunan musik etnik dari Pukulan Jembe, petikan kecapi, serta tiupan Mbasi-mbasi membuat mereka bergoyang sembari tertawa. Pertunjukkanpun dimulai. Riuh tepuk tangan penonton menjadi pembuka pementasan. Satu persatu aktor keluar dan memecah tawa warga desa yang beberapa sedang dirundung duka karena baru saja sanak mereka berpulang ke Rahmatullah. Perbedaan bahasa pun tidak mengurangi tawa mereka. Bahkan beberapa orang tak bisa berhenti tertawa menyaksikan pertunjukkan yang berdurasi 45 menit itu. “Tataaaaaaaaaaaaaaaaaa ......” Teriakan terakhir yang diucapkan para aktor menyaksikan kematian Mangge diiringi padamnya lampu menandakan pertunjukkan selesai. Rasa puas terlihat dari raut wajah penonton yang mungkin baru pertama kali menyaksikan pertunjukkan teater. Seluruh team Produksi dari Sanggar Seni Lentera-pun tak kalah puas dengan sambutan Warga Desa Towale yang sungguh sangat luar biasa. Kehadiran Ketua Dewan Kesenian Donggala (DKD) Tanwir An Petalolo pun memberi semangat kepada Sanggar Seni Lentera untuk menampilkan pertunjukkan yang lebih baik lagi ke depannya.


Sabtu, 4 Juni 2011 Balaroa, Palu Barat.

Setelah sukses melakukan pementasan keliling perdana di Desa Towale, Kabupaten Donggala. Sanggar Seni Lentera kembali melanjutkannya di Balaroa, Palu barat untuk memperkenalkan Keluarga “I Mangge Mpobilisi” . Berbeda ketika pentas di Towale, Antusias Warga Balaroa kurang terlihat pada awal persiapan pementasan. Mungkin karena lokasi yang masih di dalam Kota mempengaruhi perilaku warga dan menjadi perbedaan ketika berada di desa Towale dan Balaroa. Pementasan dilakukan di halaman rumah warga yang cukup luas. Banyak kejadian lucu yang terjadi ketika pertunjukkan berlangsung, disalah satu rumah warga yang dijadikan setting rumah Mangge, ternyata ada Bayi yang berumur beberapa bulan tertidur dengan nyenyaknya, bayi itu sesekali terbangun dan menangis mendengar teriakan mangge dan sesekali pula ibu Bayi tersebut harus menenangkan anaknya, ada juga seorang ibu yang terkejut saat melintas di halaman rumah warga yang dijadikan lokasi pertunjukan berjalan tepat depan Mangge yang sedang marah-marah dan membuat penonton tertawa, serta kejutan-kejutan lain yang memberi warna baru terhadap permainan. Tepuk tangan penonton menutup pertunjukkan malam itu. Warga Balaroa menampakkan kepuasan mereka terhadap pertunjukkan I Mangge Mpobilisi. Pemain dan Kru berkemas dan bersiap kembali untuk pementasan keliling selanjutnya. Sanggar Seni Lentera memberikan suasana baru dalam pertunjukkan teater. Dengan melakukan pentas keliling, Sanggar seni Lentera berharap dapat memberikan hiburan terhadap Masyarakat karena baik di Desa Towale maupun di Balaroa sama-sama ..............................ADA TAHLILAN !! :D

Sabtu 11 Juni 2011 Sanggar Seni Lentera bekerjasama dengan DigiFood akan mengadakan Bazar sekaligus pementasan teater berjudul “Le Silence”. Naskah Le Silence sendiri sukses di pentaskan pada tanggal 8 Maret 2011 pada pertunjukkan “Semalam Dua Karya” oleh Sutradara M.Noerdianza. Menampilkan kegelisahan seseorang ketika menunggu, amarah tanpa sebab, serta diam yang membuat kita terbahak. Naskah “Le Silence” diperankan oleh 3 orang Aktor yaitu Farid, Rollis dan Dilla yang memerankan dirinya masing-masing dengan aksen dan dialek yang berbeda. Konsep penggarapan naskah ini berbeda dari pertunjukan sebelumnya, yakni merubah beberapa dialog dikaitkan dengan ruang di mana pertunjukan berlangsung.

Sepenggal pengertian Teater Realis dan Akting Realis

M.Noedianza

Realis dalam seni
Realis adalah sesuatu yang nyata. Segala sesuatu yang sama dengan realita. Seni adalah ilmu pengetahuan. Aliran realis dalam seni, yakni ilmu yang mempelajari aliran, gaya dan bentuk yang menghasilkan pertunjukan seperti halnya dalam realita kehidupan. Realita dalam kehidupan sehari-hari yang dialami oleh masyarakat lingkungannya.

Realisme dalam teater
Realisme dalam teater, yakni untuk menciptakan sesuatu di atas panggung seperti “kenyataan” yang ada. Menciptakan ilusi di atas panggung, seolah-olah penonton menyaksikan apa yang terjadi seperti dalam kenyataan sehari-hari. Ilusi tentang kenyataan yang terdapat dalam masyarakat kemudian “dipindah” di atas panggung. Mementaskan Teater realis tidak hanya bersumber pada realita kehidupan sehari-hari yang kita kenal, tetapi di atas panggung memerlukan ketepatan dalam menyampaikan gambaran kehidupan kepada penonton. Ketepatan dan tanggungjawab ini ada pada seorang sutradara, seseorang yang bertanggungjawab dari segi “artistik” di atas panggung, yang sebetulnya juga berfungsi “mewakili penonton” saat dalam proses latihan. Disinilah peran penting sutradara terhadap naskah, sutradara realis mengutamakan pengejaran kebenaran, jangan sekali kali mengejar estetik, yang harus dikejar sekali lagi kebenarannya, ketika kebenarannya ditemukan dengan sendirinya estetika akan muncul. Terdapat beberapa komponen yang harus diperhatikan dalam pertunjukan teater realis, yakni: Naskah drama (lakon) realis, Acting (pemeranan) realis, Tata panggung realis, Make up realis, Kostum realis. Tata cahaya berfungsi sebagai penanda waktu maupun suasana. Musik dalam teater berfungsi sebagai suasana, penanda tempat, penanda waktu dan peristiwa.

Dalam pembahasan The form of drama tentang suatu pementasan: “The Master Builder” karya Hendrik Ibsen, ketika dipentaskan di Guthrie Theatre dimainkan dengan sukses dengan gaya realis. Tetapi set, tata panggung yang melatar belakangi dengan perlengkapan /furniture yang sangat minim, “dibatasi” kelengkapannya, hingga terasa set / perlengkapan tersebut, tidak realis). Naskah drama realis, Pemeranan realis, Set / perlengkapan tidak realis. Hasilnya mendapat pujian.

Sutradara
Sutradara ibarat masinis kereta api, tetap setia pada relnya, membawa penumpangnya selamat sampai tujuan. Sutradara adalah seorang pemimpin membawa masyarakatnya menuju suatu keberhasilan. Pada zaman Yunani sutradara disebut didascalos yakni “guru” seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan lebih dulu dibanding dengan lainnya, kemudian pengetahuannya itu diberikannya kepada seseorang yang dianggap belum memiliki pengetahuan, dalam hal ini teknis penyutradaraan.

Cara kerja sutradara Realis terhadap naskah realis.
Pertama-tama membaca naskah berulang-ulang.
Memaknai dan memahami setiap kata dalam dialog.
Ketepatan artikulasi dan intonasi dialog
Menggali latar belakang pengarang
Menganalisis setting atau latar yang terdiri dari latar tempat, latar waktu dan peristiwa.
Mengkaji tiga dimensi tokoh yang terdiri dari Psikologis, Sosiologis, Fisiologis.

Akting Realis
Akting realis disebut dengan akting presentasi, yakni akting yang berusaha menyuguhkan tingkah laku manusia melalui diri si aktor, melalui pengertian terhadap diri sendiri dengan hasil mengerti karakter yang dimainkannya. Dengan mengidentifikasikan diri dan aksi-aksi dengan peran yang akan dimainkan, termasuk ketepatan Blocking atau garis. Gesture, movement, buisnis maka satu bentuk karakter akan tercipta. Memainkan tokoh dan berdialog dengan ucapan yang wajar yang dikenal oleh masyarakat lingkungannya.

Saturday, July 16, 2011

“Festival Teater Remaja SMA/Sederajat 2011”

Oleh: Moh. Nurdiansyah, S.sn

Festival adalah serangkaian kegiatan yang menghadirkan berbagai genre seni yang dikemas secara kreatif, inovatif dan apik. Di kota-kota besar Festival teater baik mahasiswa maupun pelajar selalu bercondong pada naskah-naskah realisme, misalnya Pekan Seni Mahasiswa pada tangkai teater, para peserta diharapkan menggarap teater bergaya realis. Dewan Kesenian Jakarta menggelar Panggung Realis Teater Indonesia, juga Festival Teater Remaja di Jawa timur yang diselenggarakan Taman Budaya Jawa Timur menitik beratkan pesertanya pada naskah realisme. Hal tersebut dilakukan, sebab realisme sebuah dasar atau pijakan cara berpikir kritis dan logis untuk merangsang bangkitnya kesadaran kecendekiawanan perteateran, dan itulah sebabnya teater realis disebut the theatre of intelligent. Ini argumen mendasar teater modern baik itu kaum naturalis, realis, maupun teatrikalis. Max Arifin mengatakan bahwa teater adalah study. Dalam buku Jagad Teater [Bakdi Sumanto:2001], diterangkan semangat realisme yang sebenarnya merangsang seniman untuk kritis terhadap diri sendiri. Zaman sekarang ini generasi muda teater kehilangan fondasi atau dasar pijakan dalam membuat peristiwa teater. “Menurut Max Arifin, ada benarnya kalau sekarang kembali pada gagasan realisme, agar mereka tahu proses sebuah teater yang baik.” Sementara ktitik teater benar-benar macet. ketika semuanya macet, di sinilah peranan realisme dibutuhkan dan kita kembali pada hal yang sangat mendasar bagi manusia: Berpikir !

Seni Teater merupakan sebuah bidang seni yang telah begitu lama mengakar pada budaya kita. Seni Teater dalam arti luas adalah sebuah pertunjukan yang dipertontonkan di depan orang banyak. Dalam arti sempit disebut dengan drama, yakni kisah hidup dan kehidupan manusia yang diceritakan di atas pentas, disaksikan oleh orang banyak dengan media: percakapan, gerak dan laku. Saat ini terdapat begitu banyak remaja, khususnya pelajar sekolah yang berminat untuk bergelut dengan jenis kesenian ini, dan memasukan seni Drama/Teater sebagai ekstrakulikuler penyalur minat dan bakat para siswa/siswi. Tanpa disadari seni Drama/Teater sungguh besar arti dan manfaatnya, selain mendukung pencapaian kompetensi para siswa/siswi khususnya dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Sastra, seni Drama/Teater juga mencakup manfaat dari kolektivitas, apresiasi, etos kerja dan solidaritas para siswa sekolah. Seni Drama/Teater tidak hanya sebatas pertunjukan memperlihatkan perannya di atas panggung kemudian selesai begitu saja. Seni Drama/Teater mengajarkan kita memahami akan diri sendiri, belajar memahami watak serta prilaku antara manusia satu dengan yang lain. Dengan demikian terciptalah ruang sosial dalam mewujudkan cita-cita untuk mencegah dan menghindar dari sikap-sikap negativ, sepertihalnya tawuran dan penggunaan narkoba.

Berangkat dari hal tersebut di atas, kami dari Komite Teater Dewan Kesenian Palu akan menggelar ajang kreativitas yang kompotitif bagi para siswa SMA/SMK//MAN dan sederajat sebagai wadah penyalur minat dan bakat, serta sebagai jalur menuju tahap kompetitif. Festival ini juga akan berpegang teguh pada ‘dramaturgi,’ yakni ajaran tentang masalah hukum dan konvensi-konvensi drama yang memiliki standarisasi penilaian baik dari segi artistik maupun keaktoran. Komite Teater Dewan Kesenian Palu akan mengusung kegiatan ini dengan Tema “Festival Teater Remaja 2011”. Sebelumnya kegiatan ini pernah diadakan pada tahun 1996-1997. Tema yang diangkat dalam kegiatan tersebut “Festival Teater Pelajar”, dan kembali digelar oleh Komite Teater Dewan Kesenian Palu tahun 2010, peserta terbaik pada waktu itu SMA Negeri 1 Palu, mewakili Kota Palu mengikuti Festival Teater Pelajar Tingkat Nasional IKIP PGRI Semarang dan masuk beberapa nominasi, di antaranya Aktris Terbaik, pembantu aktor terbaik, penampil terbaik dan penyutradaraan terbaik.

FTR (Festival Teater Remaja) adalah salah satu program tahunan KOMITE TEATER DEWAN KESENIAN PALU yang merupakan ajang kompetensi pementasan Drama/teater bagi para siswa SMA/SMK/sederajat khususnya yang berdomisili di kota Palu. FTR diselenggarakan kembali, mengingat akan berlangsungnya kegiatan ini dan tanggungjawab kami sebagai segelintir orang yang terjun di dunia seni, maka kami membangkitkan semangat untuk meneruskan kegiatan seni yang positif. FTR merupakan wadah penyalur minat dan bakat seni generasi muda yang lebih kontruktif. Selain itu juga dapat menumbuh kembangkan sekaligus menggairahkan kehidupan seni teater di Kota Palu. Oleh sebab itu, melihat tumbuh dan berkembangnya seni Drama/Teater di kalangan SMA/SMK/MAN dan sederajat di Kota Palu sangat perlu mendapat perhatian dan dukungan yang serius dari semua pihak.



Festival Teater Pelajar tidak hanya ada di Kota Palu saja. Festival Teater Pelajar tumbuh dan berkembang di kota-kota besar, yakni Jakarta dengan “FESTIVAL TEATER PELAJAR JAKARTA TINGKAT SLTA JAKARTA BARAT”, Bandung “FESTIVAL TEATER REMAJA SE-JABAR”, Semarang “FESTIVAL DRAMA PELAJAR SMA/SEDERAJAT TINGKAT NASIONAL IKIP PGRI SEMARANG”, Probolinggo “PESTA SENI PELAJAR FESTIVAL TEATER PELAJAR TINGKAT SMA/MA/SMK JAWA TIMUR”, kemudian Yogyakarta “FESTIVAL TEATER REMAJA SMA/SEDERAJAT SE-JAWA TENGAH INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA”, Solo “Festival Drama Realis”, Remaja se-Solo Raya. Banjarmasin dengan ”FESTIVAL TEATER PELAJAR SLTA SEDERAJAT” . dan masih banyak lagi di kota-kota lainnya.

Tuesday, July 5, 2011

Sekilas pengertian aktor

Aktor Harus "Menjadi"
Bukan "Seperti"

M.Noerdianza

Menanti fajar terbit diufuk timur tanpa mata terpejam, sementara cacing-cacing di dalam perut menangis menunggu makanan, ayam jantanpun terdengar berkokok. Hari itu adalah pertemuan yang sangat berharga bisa berhadapan langsung bersama aktor membahas tentang sekelumit perasaan di saat pertunjukan berakhir. Masing-masing memiliki perbedaan pikir dan rasa. Hal ini menjadi ilmu yang sangat berharga bagi penulis, sebab pengalaman itu adalah guru yang terbesar. Dalam proses keaktoran, pengalaman itu menjadi kekayaan diri seorang Aktor. Jangan sekali-kali merasa puas dengan apa yang ditemukan dalam realitas sosial, cukup merasa bangga dengan apa yang didapatkan, bukan berarti kebanggaan itu dijadikan suatu kesombongan, akan menenggelamkannya pada kesombongan.
Aktor tidak hanya menghafal dialog dalam naskah atau menggerakkan tubuh fisiknya begitu saja. Melainkan bagaimana merangsang alam imajinya melalui perenungan lalu merasakannya hingga menemukan makna yang tersembunyi di dalamnya. Aktor tidak hanya sebatas “SEPERTI” tetapi harus “MENJADI”. Kalau hanya sebatas seperti yang muncul hanya kepalsuan, sama halnya ruang kosong yang hampa. Jika aktor menjadi, ruang kosong yang hampa terlihat menjadi hidup. Sebab inner kekuatan dari dalam tubuh Aktor memancar mengisi ruang-ruang kosong itu. Sehingga emosi penonton terbawa oleh irama atau suasana permainan.
Bakat tidak menunjang sukses dan tidaknya seseorang tanpa didukung oleh kemauan besar. Dunia seni khususnya teater tidak memandang apakah ia berbakat atau tidak, apakah sebelumnya ia berpengalaman atau tidak, yang harus diperhatikan dan menjadi prioritas utama adalah menghargai proses kreatif. Terutama penghargaan terhadap waktu, kemauan, semangat dan rasa ingin tahu yang besar, sudah barang tentu apa yang ingin dicapai pasti akan berada dalam genggaman. Dalam dunia Akting jangan mengejar estetika atau keindahan, melainkan pengejaran kebenaran terhadap karakter tokoh, melalui analisis tiga dimensi tokoh. Ketika menemukan kebenaran itu, estetika atau keindahan akan muncul dengan sendirinya..oleh sebab itu jangan sekali-kali hanya berpikir, tetapi rasakan apa yang anda perbuat... pikir dan rasa bagai lampu dan saklar. apabila pikir dan rasa menyatu mengalir ke tubuh fisik maka anda nampak “Menjadi” bukan “Seperti”.

Monday, June 6, 2011

“Pemahaman Tasrif Lawido Tentang Dewan Kesenian Palu dan Perkembangan Seni di Kota Palu Sungguh Sangat Nihil”

Menyikapi tulisan Tasrif dimuat di Radar Sulteng Senin 6 Juni 2011)
M.Noerdianza, S.sn

Kalau mengkritik jangan sembarang cas cis cus di depan pablik, apalagi sampai dimuat di surat kabar harus ada bukti yang konkrit Kanda, siapa bilang DKP tidak ada program kerja, Komite Musik beberapa bulan lalu sudah melaksanakan program kerjanya, tepatnya 20 April 2011 di Taman Budaya, Komite Tari menghadiri pertemuan tari di Solo “Tari Internasional Dance Day 29 April 2011”, Sastra pelauncingan buku, Komite Rupa 11 Juni 2011, sementara Komite Teater akan diadakan Oktober 2011 mendatang. Saya sebagai pribadi sangat berat mengatakan kanda Tasrif sebagai Seniman senior, patut dipertanyakan kesenioritasannya. Berapa karya yang dihasilkannya? Bagaimana bentuk karyanya? Sebaik apa sih karyanya? Sementara banyak generasi yang mempertanyakan Tasrif itu siapa? Mana karya-karya yang dihasilkannya? Bentuk garapan dan ciri khasnya bagaimana sih.? Dari pertanyaan ini saja membuktikan bahwa Tasrif tidak dekat dengan masyarakatnya. Seorang seniman harus dekat dengan masyarakatnya, harus tahu perkembangan seni di Kota Palu. kalau seniman birokrat iya. Sementara, apa kontribusi Tasrif terhadap perkembangan seni di Kota Palu? Tidak jelas...kalaupun ada, garapannya pun amburadul, terbukti pada “Festival Danau Poso 2010”, iseng-iseng saya bertanya pada penari kontingen Palu, “Mba dari sanggar tari mana?” eh.., malah dijawab “maaf mas kita belum punya sanggar saya sebelumnya belum pernah menari” dan ada lagi letupan-letupan dari para penari kontingen kota “Aduh...mas saya gugup baru pertama kali ini tampil”, tidak masalah bagi saya itu hal yang wajar sebagai manusia, malah saya mencoba memberi suport “main yang bagus ya, rileks saja, yakin, jangan lupa smile. Usut demi usut ternyata para penari yang diutus pada “Festival Danau Poso” staf-staf Dinas Pariwisata Kota yang sama sekali belum berpengalaman dibidangnya. Saya berani berkata demikian sebab saya berada dilokasi. Sayang kontingen Palu dibawa binaan Tasrif hanya memalukan Kota Palu. Dinas Pariwisata seharusnya sebagai fasilitator saja bukan para IO (Iven Orgenizer), beri kepercayaan kepada yang lebih berhak dan berpengalaman dibidangnya dan seharusnya ada penyeleksian antar para komunitas, sanggar atau kelompok tari se-Kota Palu, mana yang terbaik dialah yang mewakili kota. Kanda Srif jangan sampai kebohongan-kebohongan, kepalsuan-kepalsuan dalam sebuah karya, kau hadirkan lagi dipablik..bukankah esensi dari kesenian jujur dalam perkataan, ikhlas dalam perbuatan..!! saya malah menaruh curiga kanda harus dibawa ke rumah sakit jangan-jangan ada kelainan jiwa.

Thursday, June 2, 2011

Seni Peran

“Dasar-Dasar Akting”
Moh. Nurdiansyah, S,sn

TAHAPAN PERTAMA

Pengantar Seni “Akting”

Akting adalah wujud yang kasat mata dari suatu seni peragaan tubuh, yang menirukan prilaku-prilaku manusia mencakup segala segi, lahir dan batin, yang sebelumnya digagas terlebih dahulu, direka, dirancang, kemudian diselenggarakan di panggung untuk disaksikan penonton peminatnya sebagai bentuk seni efemeral, maksud dari seni efemeral, yakni seni yang berlangsung melalui akting. (Yapi Tambayong, hal. 9:2000). Acting diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan kata peran (pemain sandiwara) yang dalam kamus berarti proses, cara, perbuatan memahami prilaku yang diharapkan dan dikaitkan dengan seseorang. Tentunya tidak hanya memahami tetapi juga melakukan prilaku orang tersebut. Asal kata Acting adalah to act atau dalam bahasa Indonesia berarti “beraksi”. Itu sebabnya kita sering mendengar sutradara meneriakkan kata action dibelakang kamera ketika aktor akan memulai aktingnya. Akting dengan demikian lebih berarti mengaksikan peran yang dimainkan. (Eka D. Sitorus, hal. 37:2003). Aktor memanfaatkan Tubuh pikir dan rasa sebagai alat peragaannya yang terlatih baik, sifat keperagaan ini pulalah yang membedakan akting atau nilai seni drama dan karya seni teater, berbeda dengan seni-seni kreatif lainnya. Akting menurut Richard Boleslavsky keagungan penciptaan, kemurnian suatu keindahan, sesuatu yang lebih besar dari kehidupan. (RMA. Harymawan, 27:1988) dengan demikian akting harus ditumbuhkan dari kesadaran-kesadaran insani yang mengikat, kesadaran yang dimaksud itu adalah kesadaran estetis dan kesadaran etis. Kesadaran estetis; Lahirnya kesenian ditentukan oleh dorongan keindahan alami itu menjadi bentuk yang mewujud sebagai keindahan seni. Kesadaran etis berarti ia telah menerima pikiran yang hakiki, bahwa sumber segala keindahan itu adalah sang Ilahi, pencipta alam dan segala isinya.

Asal Mula Gestur
Ketika aktor tertarik untuk menyelidiki tingkah-laku unik seseorang, dia juga perlu memperhatikan aspek-aspek tingkah-laku yang ada dalam masyarakat orang itu. Dia masih dapat melihat bahwa gestur-gestur nonverbal dari aksi-aksi di masa silam adalah tindakan yang dibutuhkan, penting, dan di pakai untuk hal-hal praktis. Perkembangan manusia saat ini mengubah kebutuhan-kebutuhannya dan dengan demikian mengubah banyak tingkah-laku fisiknya. Satu situasi pada masa silam yang harus dipenuhi dengan aksi fisik, sekarang ini dapat diatasi dengan teknologi canggih. Tetapi impuls atau rangsangan dari tingkah laku praktis tersebut masih ada, hanya sekarang menjadi satu bentuk ekspresif yang tidak fungsional. Perasaan dan pikiran dapat disebut gestur. secara sistematis gestur terbagi menjadi dua bagian, yaitu fisik dan vokal, yang dapat dilihat dan yang dapat didengar. Gestur vokal dibagi lagi menjadi verbal (mengucapkan kata-kata) dan nonverbal (bunyi-bunyi yang kita gunakan, termasuk infleksi (ling) atau jaringan dan penekanan yang mempengaruhi arti emosional dari kata-kata yang kita ucapkan). Karena penulis naskah akan memberikan gestur-gestur verbal dalam bentuk kata-kata di naskah, tugas si aktor adalah menyelidiki aspek-aspek nonverbal dari gestur karakter yang dimainkannya, gestur-gestur fisik, postur, infleksi, dan sebagainnya.

Gestur dan Komunikasi
Ada gestur-gestur yang memberikan arti yang konsisten dalam situasi-situasi yang serupa. Dengan demikian berfungsi sebagai satu sistem simbolis atau tanda. Yang istilahnya lebih dikenal dengan nama bahasa tubuh. seni komunikatif yang diciptakan gestur dapat beragam dari yang universal sampai yang paling aneh, bahkan bodoh. Gestur dapat menggantikan kata-kata atau mendukung kata-kata.

Fungsi Gestur
Bahasa gestur dapat dibagi menjadi 4 kategori umum yaitu :
Ilustratif atau imitatif
Indikatif
Empatik
Austistik

Gestur yang sifatnya ilustratif adalah gestur yang disebut “Pantomimik” ketika mencoba mengkomunikasikan informasi spesifik atau bersifat khusus (“kontak itu besarnya setinggi ini dan selebar ini”). Gestur indikatif (berhubungan dengan bentuk verbal yang menggambarkan keadaan nyata), dipakai untuk menunjuk (“Di sebelah sana”). Gestur empatik memberikan informasi yang subjektif dari pada objektif, berhubungan bagaiman orang merasakan sesuatu (ketika kita mengatakan: “Sekarang, dengar aku!” sambil meninju kepalan tangan kita ke atas meja atau menunjuk jari kita kemuka musuh). Gestur Autistik (arti harafiahnya “kepada diri”) tidak dimaksud untuk komunikasi Sosial tetapi lebih diutamakan untuk komunikasi dengan diri sendiri. Misalnya, ketika seseorang yang sedang mendengar orang lain berbicara memiliki perasaan benci kepada lawan bicaranya tetapi harus menutupinya, maka dia akan melipat tangannya dengan rapat sekali dengan telapak masuk di sela-sela kedua ketiak di depan anda. Dengan tingkah laku rahasia ini, orang itu menyatakan aksi simbolis merasa puas ketika sedang mencekik lawan bicaranya. Walaupun gestur seperti itu sering tersembunyi, secara tidak sadar, sering kali orang di sekitar kita dapat mengenali dan merasakannya. Tentu saja realitanya keempat kategori ini tidak nyata terpisah tetapi sengaja dipisah untuk memudahkan pelajaran kita tentang gestur dan hampir semua gestur yang kita pakai adalah kombinasi dari dua atau tiga kategori di atas. (Eka D. Sitorus, hal. 81-82:2003). Tubuh harus sehat, tidak soal bagaimana bentuknya, apakah ia kurus, gemuk, buntet, jangkung. Sebab dengan tubuh yang sehat, harapan berhasilnya penampilan peran sesuai tuntutan TPR (Tubuh, Pikir, Rasa) akan bisa terpenuhi. Namun segera pula harus diingat, bahwa keadaan tubuh yang sehat itu bertalian erat dengan kemampuan yang beralas pada kemauan mengikuti latihan-latihan khusus, yakni terkoordinasi untuk melakukan tugas akting yang harus menurut ikatan-ikatannya dan berkembang leluasa menurut kemungkinan-kemungkinan tak terduga di mana ia melakukan improvisasi dengan leluasa.

PRAKTEK:
1. Olah Tubuh
Senam
Menari
Yoga
Meditasi

2. Olah Vokal
Teknik melatih rongga mulut
a. Pengucapan lafal yang benar
b. Melatih kelenturan rahang bawah
- Membuka rahang bawah selebar 3 jari
- Gerakkan rahang bawah ke kanan dan ke kiri
- Gerakkan rahang bawah ke depan

Melatih kelincahan lidah
a. Memutar lidah ke kiri dan ke kanan
b. Menjulurkan lidah keluar
c. Menempel lidah ke langit-langit atas, kemudian tekan lidah bagian tengah kuat-kuat sehingga otot lidah bagian bawah sedikit terasa sakit.

Melatih kelenturan otot bibir
a. Menarik kedua bibir ke dalam, kemudian tiuplah keluar kuat-kuat sehingga menimbulkan bunyi “puuh”.

Resonator (pita suara)
Membantu menguatkan getaran suara sehingga menjadi suara yang kuat. Organ tubuh berfungsi sebagai resonator.
a. Rongga mulut
- Memproduksi suara yang jelas, dengan cara menarik ke bawah rahang bawah

b. Rongga dada (letaknya antara tulang dada dengan tulang punggung sebelah belakang).
mampu memproduksi suara yang rendah dan berat
Ringga dada sebelah atas
Rongga dada sebelah depan
Rongga dada sebelah tengah
Rongga dada bagian belakang

c. Rongga hidung
- Penyaring udara masuk paru-paru mampu memproduksi suara sengau, antara lain: konsonan m, n, ny, ng.
Sedangkan untuk vokal dilarang menggunakan rongga hidung sebagai resonator.

* Latihan pernafasan
- Menghirup udara melalui hidung sebanyak 4 ketukan kemudian udara ditahan 2 ketukan, setelah itu dihembuskan lewat mulut 4 ketukan. Hal ini dilakukan secara berkesinambungan tanpa terputus-putus sampai batas maksimum kelelahan pemain yang bersangkutan. Hal yang perlu diingat dalam latihan ini adalah mengusahakan agar setiap ketukan, waktu menghirup dan menghembuskan udara mengandung volume yang sama. Keculi itu waktu menahan nafas benar-benar paru-paru dalam keadaan tenang (tidak menghirup atau menghemnbuskan udara).setelah dikuasai, kemudian jumlah ketukan ditingkatkan dengan perbandingan kelipatan yang sama, yaitu n=1/2 (n=jumlah menghirup dan menghembuskan nafas, misalnya 6=3, 8=4, dan seterusnya, 1/2n= jumlah ketukan manahan nafas).
- Menghirup udara sebanyak mungkin dalam waktu relatif singkat, kemudian ditahan 4 ketukan dan dihembuskan 8 ketukan. Setelah dikuasai, jumlah ketukan pada waktu menahan dan menghembuskan udara ditingkatkan dengan kelipatan n=2n (n= jumlah ketukan manahan, 2n= jumlah ketukan menghembuskan udara), sedangkan waktu untuk menarik nafas tetap dalam hitungan waktu relatif singkat, sesingkat-singkatnya.
- Menghirup udara sebanyak mungkin dalam waktu relatif singkat, kemudian ditahan sementara waktu atau tanpa dihitung dengan ketukan tetapi cukup dengan perasaan, kemudian dihembuskan dalam waktu relatif lama sesuai dengan kekuatan pemain yang bersangkutan. Dalam hal ini diusahakan agar volume udara yang dikeluarkan dari awal sampai akhir mengandung intensitas yang rata/sama. Usahakan jangan sampai terjadi adanya kesan dipaksakan sehingga mengakibatkan adanya ketegangan yang berlebihan pada alat-alat rongga badan.
- Setelah ketiga cara tersebut benar-benar dikuasai agar dicoba lagi cara latihan tersebut di atas, tetapi pada waktu menghembuskan udara diganti produksi suara dengan vocal “a”, dengan urutan; saat menghirup dan menahan udara sama dengan cara latihan di atas. Demikian seterusnya ditingkatkan untuk vocal yang lain e, i, o, u.

- Mula-mula hirup nafas banyak-banyak melalui hidung lalu hembuskan dengan sehabisnya. Diakhir hembusan sertai
dengan suara keras sehabisnya. Misalnya, “hah !” lakukan ini sebanyak 10 kali.
- Lakukan hal yang sama, tetapi kini dengan menghitung, yaitu ketika menghirup, hitunglah setehap demi setahap
sampai 10 kali, lalu hembuskan pula dengan hitungan 10 kali. Jadi menghirup dan menghembus nafas, tidak seperti
yang pertama lagi.
- Lakukan lagi pernafasan seperti yang kedua, tetapi kini dengan menaikkan kedua belah tangan pelan-pelan secara
berangsur-angsur dengan hitungan dari 1 sampai 10, lalu turunkan juga pelan-pelan dan berlangsung secara
berangsur dari 1 sampai 10 (jadi ketika mengambil nafas tangan dinaikan dan ketika mengeluarkan nafas, tangan
diturunkan). Di akhir hitungan sertai kembali suara keras sehabisnya, “hah !”


*Latihan Menyanyi
-Belajar menempatkan suara dengan nada
*Mendeklamasi
- Coba baca dan hafalkan salah satu puisi dengan cara datar saja, tetapi juga dengan keras-keras, tanpa emosi apa-
apa. Perhatikan perkembangan bagaimana yang terjadi dalam emosi.
- Baca dan hafalkan pula salah satu puisi dengan cara memenggal suku kata demi suku kata sehingga terkesan puisi
itu hanya sebagai rangkaian yang putus-putus-perhatikan perkembangan bagaimana yang terjadi dalam kehendak.
- Baca dan hafalkan pula salah satu puisi sambil meminta 4 orang menarik-narik tubuh kearah yang berlawanan; dua
orang menarik-narik kedua tangan ke arah utara, dan dua orang lainnya menarik-narik kedua kaki ke arah selatan-
perhatikan perkembangan kosentrasi yang terjadi dalam kemajuan.

3. Panca Indra
*Indra Lihat;
- Melihat dalam membayang orang yang sedang bunuh diri dengan jalan menggantung lehernya di atas dapur.
- Membayangkan mata sedang melihat seorang perempuan tua sedang menyeberang jalan lalu tiba-tiba sebuah mobil
menabraknya, dan ia terpental, kepar-kepar, mati.
- Membayangkan mata sedang melihat seorang telanjang bulat , ia mungkin gila, ia mungkin pacar, ia mungkin model
yang tengah dilukis oleh pelukis.
- Membayangkan mata sedang melihat seorang anak balita lepas dari tangan ibunya lantas berlari kejalan raya.

* Indra Dengar
- Membayangkan telinga sedang mendengar ban mobil selip di tikungan lalu meanbrak tiang listrik.
- Membayangkan telinga sedang mendengar orang berteriak minta tolong karena terhanyut di sungai
- Membayangkan telinga sedang mendengar lolong anjing di malam hari lantas ia merasa terasing dan gamang.
- Membayangkan telinga sedang mendengar burung peliharaan berkicau dan hati merasa plong.

*Indra Cium
- Membayangkan hidung sedang membau aroma sambel goreng terasi.
- Membayangkan hidung sedang membau comberan yang mampet di musim kemarau dan ia duduk menghadapi
hidangan makan siang.
- Membayangkan hidung sedang membau keringat orang di sebuah kendaraan umum yang sesak.
- Membayangkan hidung sedang membau parfum yang digunakan oleh seorang yang berkesan dalam dirinya.
- Membayangkan hidung sedang membau durian, baunya dibuka di hadapannya, dan ia tidak suka bau ini.

*Indra Kecap
- Memperagakan sedang mencicipi makanan yang pertama kali dikenal.
- Memparagakan sedang menikmati sesuatu yang tidak enak, ingin muntah, tetapi menghormati tuan rumah yang
menghidangkannya.
- Memperagakan orang yang sedang kepedasan oleh lombok dan minum air panas.
- Memperagakan sedang mengunyah onde-onde yang gulanya masih panas.
- Memperagakan bagai mana seorang koki mengecap makanan di atas api kompor,apakah sudah pas bumbu-
bumbunya.

*Indra Rasa
- Memperagakan bagaimana dipeluk oleh orang yang tidak disukai.
- Memperagakan bagaimana rasa tubuh di ruang AC yang sangat dingin dan ia berpenyakit asma.
- Memperagakan bagaimana rasa dibelai kekasih, dicium di leher dan sekonyong datang orang yang lebih berhak.
- Memperagakan bagaimana rasa menunggu terlalu lama di sebuah ruang yang sangat panas.
- Memperagakan bagaimana rasa tubuh ditarik oleh seorang anak yang merengek minta dibelikan es krim.