Monday, December 14, 2009

“TONDATALUSI”

M. Noerdianza

“TONDATALUSI” adalah kata yang diambil dari bahasa daerah ciri khas suku Kaili tepatnya di Kota Palu Sulawesi Tengah, bahwa Tondatalusi tersebut memiliki makna yang terdiri dari tiga tungku mewakili Adat, Agama dan Pemerintahan, sebagai simbol ke-bersama-an menuju sebuah tujuan, yakni KEDAMAIAN.


Sistem Tradisional

Sistem tradisional atau pra modern, antara lain individu dan masyarakat tidaklah merupakan objek, tetapi subjek yang turut menentukan arah kehidupan.


Sistem Agama

Sistem Agama adalah sistem yang baku yang tidak bisa diubah agamalah dasar pijak kehidupan. Dan kebenarannya tak diragukan lagi.


Sistem Politik Modern

Sisim politik modern memiliki tiga unsur di antaranya Demokrasi, Konstitusional, dan Berlandaskan hukum. Demokrasi adalah kebebasan individu dalam berpendapat, Konstitusional ialah aturan dasar yang ditempu melalui kesepakatan. Sementara Hukum itu sendiri mewadahi perbedaan paham dan pandangan, dan mengatasinya dengan cara beradap dan damai, dalam aturan yang disepakati bersama.


Tradisi “Tondatalusi” dibenturan dengan realitas modern. Dalam masyarakat modern dasar atau keutamaan dari sistem sosial antarindividu telah melangkah jauh dari aturan-aturan dan hubungan antara satu dengan yang lainnya dan lebih bersifat impersonal menjadi lebih pre-dominan. Bahwa kebersamaan me-nampak-kan kesenjangan sosial semata-mata hanyalah khiasan belaka, bagai tarian kata yang di-curah-kan di dinding kloset. Duduk berak membaca tulisan sekitar lalu keluar dan me-lupakan-nya. Tidak ada lagi yang saling percaya, idelisme komunal kehilangan makna, dan sistem telah melangkah jauh dari bukti-bukti empiris (berdasarkan pengalaman dan penghayatan) Idealisme dalam penulisan ini tidak lagi menunjukkan sikap saling menerima atau menghayati antara satu dengan yang lainnya, hilangnya sikap saling menyokong sebuah perencanaan, semua ingin me-nunjuk-kan eksistensinya sendiri tanpa peduli siapa dan apa yang ada di sekitarnya. Meskipun demikian kita tak dapat menyangkal bahwa kita tidak bisa lepas dari sistem-sistem yang telah dibuat dan telah disepakati bersama. Satu-satunya cara membuat sistem di dalam sistem, dengan sistem cinta

Proses kreatif
Beragkat dari selera tiap-tiap individu dikemas menjadi sesuatu yang mugkin menggelikan tapi itulah kejujuran. Layaknya anak-anak kecil sedang asik bermain mengeluarkan kata-kata “jorok” yang menyinggung perasaan tapi itulah kenyataan dari ke-polos-an seorang anak, tanpa menyadari apakah berdosa atau tidak ataukah menyinggung perasaan atau tidak. Pertunjukan ini bila disimak seperti tambal sulam membenturkan berbagai warna, gaya dan bentuk dalam seni teater layaknya pencampuran warna tanpa skala. Proses penggarapannya melihat kekurangan dan kekurangan itu bukan hambatan. Kami meyakini bahwa perbedaan itu suatu pengkayaan bukannya menjadi duri dalam daging.
Menjadi titik fokus bersama bagaimana pertunjukan itu sampai dengan penciptaan dialog ringan berisi kepolosan, tapi terkadang kepolosan jadi ejekan. Serta penghadiran gerak-gerak tubuh fisik yang terlihat kaku. Bagai gambaran hidup yang dilalui dengan kekakuan ………………………………………………………………………………………….?????????????

No comments:

Post a Comment