M. Noerdianza
“TONDATALUSI” adalah kata yang diambil dari bahasa daerah ciri khas suku Kaili tepatnya di Kota Palu Sulawesi Tengah, bahwa Tondatalusi tersebut memiliki makna yang terdiri dari tiga tungku mewakili Adat, Agama dan Pemerintahan, sebagai simbol ke-bersama-an menuju sebuah tujuan, yakni KEDAMAIAN.
Sistem Tradisional
Sistem tradisional atau pra modern, antara lain individu dan masyarakat tidaklah merupakan objek, tetapi subjek yang turut menentukan arah kehidupan.
Sistem Agama
Sistem Agama adalah sistem yang baku yang tidak bisa diubah agamalah dasar pijak kehidupan. Dan kebenarannya tak diragukan lagi.
Sistem Politik Modern
Sisim politik modern memiliki tiga unsur di antaranya Demokrasi, Konstitusional, dan Berlandaskan hukum. Demokrasi adalah kebebasan individu dalam berpendapat, Konstitusional ialah aturan dasar yang ditempu melalui kesepakatan. Sementara Hukum itu sendiri mewadahi perbedaan paham dan pandangan, dan mengatasinya dengan cara beradap dan damai, dalam aturan yang disepakati bersama.
Tradisi “Tondatalusi” dibenturan dengan realitas modern. Dalam masyarakat modern dasar atau keutamaan dari sistem sosial antarindividu telah melangkah jauh dari aturan-aturan dan hubungan antara satu dengan yang lainnya dan lebih bersifat impersonal menjadi lebih pre-dominan. Bahwa kebersamaan me-nampak-kan kesenjangan sosial semata-mata hanyalah khiasan belaka, bagai tarian kata yang di-curah-kan di dinding kloset. Duduk berak membaca tulisan sekitar lalu keluar dan me-lupakan-nya. Tidak ada lagi yang saling percaya, idelisme komunal kehilangan makna, dan sistem telah melangkah jauh dari bukti-bukti empiris (berdasarkan pengalaman dan penghayatan) Idealisme dalam penulisan ini tidak lagi menunjukkan sikap saling menerima atau menghayati antara satu dengan yang lainnya, hilangnya sikap saling menyokong sebuah perencanaan, semua ingin me-nunjuk-kan eksistensinya sendiri tanpa peduli siapa dan apa yang ada di sekitarnya. Meskipun demikian kita tak dapat menyangkal bahwa kita tidak bisa lepas dari sistem-sistem yang telah dibuat dan telah disepakati bersama. Satu-satunya cara membuat sistem di dalam sistem, dengan sistem cinta
Proses kreatif
Beragkat dari selera tiap-tiap individu dikemas menjadi sesuatu yang mugkin menggelikan tapi itulah kejujuran. Layaknya anak-anak kecil sedang asik bermain mengeluarkan kata-kata “jorok” yang menyinggung perasaan tapi itulah kenyataan dari ke-polos-an seorang anak, tanpa menyadari apakah berdosa atau tidak ataukah menyinggung perasaan atau tidak. Pertunjukan ini bila disimak seperti tambal sulam membenturkan berbagai warna, gaya dan bentuk dalam seni teater layaknya pencampuran warna tanpa skala. Proses penggarapannya melihat kekurangan dan kekurangan itu bukan hambatan. Kami meyakini bahwa perbedaan itu suatu pengkayaan bukannya menjadi duri dalam daging.
Menjadi titik fokus bersama bagaimana pertunjukan itu sampai dengan penciptaan dialog ringan berisi kepolosan, tapi terkadang kepolosan jadi ejekan. Serta penghadiran gerak-gerak tubuh fisik yang terlihat kaku. Bagai gambaran hidup yang dilalui dengan kekakuan ………………………………………………………………………………………….?????????????
Monday, December 14, 2009
Orang Palu bicara tradisi Kaili
M. Noerdianza
Apa itu Palu?
Palu adalah sebuah kota tepatnya di Sulawesi Tengah, bukan Palu yang dipakai tukang kayu memalu paku. Saya pernah ditanya teman saya wong Jowo, nama aslimu siapa sih sebenarnya? Saya jawab Moh. Nurdiansyah, kok dipanggil Toto seperti nama orang jawa. Saya sendiri tidak tahu juga mas kenapa dipanggil Toto saya menjawab dengan ngawur dengan maksud menghibur mungkin sejak kecil sampai besar suka netek wakakak….teman saya tertawa. Awalnya nama saya Moh. Irfan mas, karena sakit-sakitan digantilah dengan panggilan Toto. Terus teman saya bertanya lagi, To aslimu nengdi? Saya jawab lagi. Palu. Teman saya itu tertawa lagi dengan ter-bahag-bahag saya bingung apa yang ditertawakan melihat teman saya tertawa saya pun ikut tertawa tanpa tahu sebab. Lucu ya To kata teman saya. Saya bertanya kenapa lucu? Ya jelas lucu besar di Palu lahir ditendang mati dibacok. Saya tersiggung dengan kata itu, sambil memperlihatkan senyum sinis. Tapi saya mengambil sisi positifnya menganggap bahwa ini awal dari sebuah keakraban hitung-hitung skalian memperkenalkan kepada mereka bahwa Palu itu ada di Sulawesi Tengah Bukan hanya Donggala yang mereka kenal. Saya merantau tidak ditendang tapi atas keinginan sendiri, sebab di Palu belum ada sekolah seninya mas. Jangankan sekolah seni keseniannya saja kurang mendapat dukungan. Kalau masalah mati itu urusan tuhan yang penting hubungan antar manusia berjalan dengan baik bersikap sopan dan santun. Jangan menimbulkan sesuatu yang memancing amarah. Teman saya itu diam sejenak seolah merasa bersalah iya..ya..To, betul juga kata pepatah mulutmu harimaumu, maaf ya To kalau kata-kataku tadi menyinggung perasaanmu. Ya sebab kata-kata itu doa astagfirullah…jawab kami berdua.
Eh..,ngomong-ngomong Kaili itu apa To?
Menurut tradisi lisan tumbuh di antara negeri Kalinjo dan Sigi Pulu. Begini ceritanya, sebenarnya keberadaan dan kebesaran orang di Kaili ada hubungan kisah epik I Lagaligo melalui tokoh Sawerigading. Ketika Sawerigading dari perjalanannya pulang dari negeri Cina untuk menemui perempuan yang dicintai dan dikawininya yang bernama Cudai, Sawerigading singgah di Ganti Ibukota kerajaan Banawa untuk bertemu dengan kerajaan Banawa. Ketika di Ganti itulah Sawerigading mendengar tentang negeri Sigipulu yang merupakan pusat Kerajaan Sigi yang dipimpin oleh seorang ratu yang cantik bernama Ngili Nayo. Berlayarlah Sawerigading menuju ke Kerajaan Sigi. Setelah memasuki teluk, dari kejauhan Sawerigading melihat pepohonan yang tinggi menjulang di sebelah Timur Teluk, ketika Sawerigading singgah di pelabuhan Sombe, Sawerigading memperoleh keterangan dari masyarakat di sekitar pelabuhan itu, bahwa pepohonan tersebut adalah pepohonan Kaili. sejak itu, para pelaut menyebut, Teluk Palu adalah Teluk Kaili dan masyarakat yang mendiami Lembah Palu dan sekitarnya disebut To Kaili. Itu sekilas tentang sejarah Kaili.
Tapi kenyataannya bukan demikian, bukan kisah tutur yang diceritakan terun temurun dari ayah kepada anaknya, bukan cerita dongeng yang menina bobokan kita, bukan juga cerita mitos atau pun legenda. ini realistis.
Ciri khas daripada watak seseorang bisa dipelajari dengan melihat latar belakang sejarahnya kawan. Tapi sayang pohon kaili tidak ada lagi sekarang punah tidak ada bibit-bibit, tidak ada generasi-generasi lagi, hanya itu-itu saja. yang lain entah di mana. Begitu juga dengan pohon Silaguri, simbol dari ketahanan dunia menurut mitos pohon Silaguri itu sangat besar sampai-sampai tiga orang yang berjejer berpegang tangan memeluk pohon itu tidak sampai juga. Bayangkan bagaimana besarnya, tapi sekarang besarnya se-kelingking. Hidup Itu kan penuh dengan tanda. Begitu banyak putra putri daerah yang berkwalitas tidak diberdayakan malah dipersulit. Padahal Otonomi Daerah sudah ada sekarang. Dulu dengan sekarang sama saja beda-beda tipis. Kalau dulu pejuang-pejuang kita yang melawan belanda, banyak yang diculik dibunuh dan ada juga yang dibuang ke tanah Jawa. Nah kalau zaman sekarang, dibunuh dengan cara halus, contoh kasus mau urus apa saja dipersulit itu sama saja membunuh harapan secara halus. Akhirnya terbuang, di deker-deker dan trotoar jalan.
Apakah ada tradisi leluhur di Palu To?
Ya..,jelas adalah no namanya Raego. Konon kabarnya, dahulu kala ada seorang petani yang sedang berburu di tengah hutan mendengar suara-suara melengking yang bersahut-sahutan. Ketika petani itu mencari sumber bunyi tersebut, dia terkejut melihat segerombolan rusa jantan dan betina sedang melakukan gerakan-gerakan yang ritmis serta se-sekali menghentak-hentakkan kaki mereka ke tanah, sambil mengeluarkan suara-suara melengking yang bersahut-sahutan. Dari gerakan rusa-rusa tersebut tarian ini diadaptasi dan ditirukan oleh masyarakat suku Kulawi Di kalangan masyarakat suku Kulawi, tarian ini dibawakan secara berpasangan membentuk setengah lingkaran atau satu lingkaran, di mana pria meletakan tangannya pada bahu wanita (mo mi olo). Tarian ini tidak menggunakan alat musik sebagai pengiring, tetapi mengandalkan alunan syair yang dinyanyikan oleh wanita (no wama) lalu dibalas oleh pria yang mengeluarkan suara-suara melengking (no wuncaka). Isi syair dalam tarian ini dibawakan sesuai dengan pesta adat yang sedang berlangsung.
Petama-tama seorang pria melantunkan sebuah syair (no timbeka) lalu diikuti oleh para pria lainnya (no umpui). Selanjutnya syair tersebut dibalas oleh seorang wanita (no wama). Tarian ini semakin riuh oleh lengkingan suara para pria yang bersahut-sahutan (no wuncaka). Pada bagian-bagian tertentu dalam tarian ini, para pria akan menghentak-hentakkan kaki mereka ke tanah (no haita) dan wanita menekukkan lutut mereka (no odu). Dalam tarian ini hanya seorang wanita saja yang berperan sebagai pelantun syair, sedangkan wanita yang lain hanya melakukan gerakan-gerakan ritmis saja. Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa tarian ini tidak
menggunakan alat musik sebagai pengiring. Hal ini berarti bahwa tarian rego muncul ketika masyarakat suku kulawi belum mengenal alat musik. Saat ini sangat jarang generasi muda suku kulawi yang mengetahui tarian ini, sehingga jika tidak dilestarikan, dikhawatirkan suatu saat nanti tarian ini akan punah.
Raego itu apa?
Raego merupakan upacara ritual adat, yakni puji-pujian kepada Sang Pencipta. Puji-pujian tersebut di antaranya meminta keselamatan agar terhindar dari segala macam bencana (tolak bala), Upacara ritual adat Raego biasanya dilaksnakan pada saat sebelum dan sesudah panen. Raego juga sebagai spirit untuk menghantar para Tadulako ketika akan berangkat perang.
Kenapa gerakkan tari Raego terus-menerus berfokus pada kaki yang menghentak bumi?
Secara filosofis membangunkan benih-benih tanaman agar subur. Masyarakat adat setempat percaya bahwa segala unsur yang ada di alam ini bersemayam roh-roh leluhur, hentakan kaki sebagai penanda untuk memohon kepada tupu tana (penghuni tanah) agar diberikannya kesuburan terhadap benih-benih tanaman.
Ada juga upacara adat namanya Balia
Pengobatan tradisi Balia yang terdapat di daerah Sulawesi Tengah tepatnya desa Pakuli. Provinsi Sulawesi Tengah adalah salah satu daerah yang kaya dengan pengetahuan dan kearifan lokal. Salah satu di antaranya banyak kearifan lokal tersebut adalah keberadaan sistem, pranata dan tata cara pengobatan tradisional. Sistem ini tumbuh dan berkembang ratusan tahun silam, dijalankan sebagai suatu metode bertahan hidup dan solusi atas permasalahan kesehatan yang mereka hadapi sehai-hari. Dalam sistem pengobatan tradisional inilah kita mengenal istilah sando, yakni sebutan yang diberikan kepada seseorang yang dianggap menguasai keahlian mengobati penyakit. Dalam bahasa kaili, salah satu bahasa lokal tertua di provinsi ini, sando berarti orang yang dikaruniai kemampuan menyembuhkan penyakit, baik penyakit jasmani maupun rohani.
Salah satu daerah kantong sando yang paling penting di provinsi ini adalah desa Pakuli, sebuah desa di kecamatan Gumbasa, kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah. Di desa yang sebagian wilayahnya berada di dalam kawasan Taman Nasional Lore Lindu. Desa ini juga kaya dengan aneka tanaman yang biasa juga menjadi bahan baku obat-obat tradisional. Istilah “pakuli” sendiri dalam bahasa Kaili berarti “obat”.
Keahlian mengobati berbagai penyakit ini mengantarkan sando pada strata sosial dan status budaya yang tinggi dikalangan masyarakan. Mereka sangat dihormati, dan sering dijadikan panutan bagi anggota masyarakat lainnya. Bercengrama dan berkunjung menemui penduduk yang menjadi pasiennya adalah salah satu pekerjaan rutin sando di samping obat-mengobati. Itulah sebabnya secara emosional hubungan mereka dangan masyarakat sangatlah dekat.
Di samping keahliannya mengobati penyakit, sando dipandang sebagai seorang pemuka adat, karena mereka juga biasanya sangat menguasai tata cara dan pranata adat, terutama pranata adat yang berhubungan dengan praktek pengobatan. Mereka diposisikan sebagai pelindung karena kemampuannya memediasi dan berkomunikasi dengan roh-roh leluhur. Lebih dari sekedar hubungan fisik antara manusia, interaksi antara masyarakat, sando dan roh-roh leluhur lebih menampakkan satu bentuk kesatuan religiositas yang berpern penting dalam memantapkan kehidupan pribadi sekaligus mengenalkan ikatan sosial di antara mereka.
Kapan biasanya upacara adat Balia dilaksanakan?
Biasanya diadakan pada saat memperingati hari besar kepahlawanan, kemerdekaan, kenabian, dan sebagainya. Adat disebut dengan upacara, yakni tanda-tanda kebesaran. Adat adalah sesuatu yang lazim diturut atau dilakukan sejak dahulu kala hingga menjadi tradisi. Maksud tradisi tersebut, yaitu kepercayaan, kebiasaan, ajaran yang turun-temurun dari nenek moyang.
Balia terbagi menjadi dua suku kata “bali” dan “ia”. “Bali” berasal dari kata kembali. ”ia” menunjukkan diri si penderita, secara etimologis atau asal kata arti dari Balia, yakni kembalikan ia layaknya seperti semula. Dalam upacara Balia para peserta di wajibkan menggunakan atribut seperti siga pakaian adat bercorak kuning, atau putih, Buya Mbesa dan perangkat upacara ritual seperti Guma, Kaliavo, Tampi, Gimba, Lalove, dan Pingga Putih. Bentuk dominan upacara ini adalah No Taro, Gimba dan Lalove. Dan dade-dade, yang berisikan gane-gane.
Topo Taro
Peserta upacara akan terus menari hingga semuanya mengalami trance, kerasukan roh leluhur yang mereka sebut No Taro. Upacara biasanya diakhiri dengan penyembelian hewan, sebagai simbol persembahan atau tebusan atau kesalahan yang dilakukan oleh si penderita atau keluarganya. Besarnya kesalahan atau penyakit yang diderita oleh seseorang, itu dapat kita lihat dari besarnya hewan yang akan disembelih, dari ayam, kambing, sapi atau kerbau.
Setiap daerah memiliki kepercayaan terhadap tradisinya, yang diberikan secara turun-temurun dari ayah kepada anaknya. Mempertahankan tradisi leluhur dan menjaganya sebagai warisan tidak lain sebagai penanda ciri khas daerah tertentu. Dari tradisi tercipta gaya berbahasa, tingkah laku, sopan, santun dan sebagainya. Masyarakat adat percaya apabila melanggar aturan adat akan terus-menerus mendapat musibah. Di Provinsi Sulawesi Tengah kabupaten Donggal tepatnya desa Pakuli memiliki satu kepercayaan terhadap penyakit yang tidak dapat disembuhkan oleh ilmu kedokteran dan satu-satunya jalan yang ditempu melalui pengobatan tradisi Balia. Masyarakat setempat percaya bahwa penyakit yang diderita oleh si penderita adalah penyakit yang diakibatkan oleh gangguan mahluk halus atau roh leluhur, karena dianggap telah melanggar larangan adat atau tidak menghargai alam tempat di mana mereka tinggal.
Upacara no Balia diikuti paling sedikit tujuh orang to po Balia dan pemangku adat. Yang menjadi to po Balia yakni mereka yang dianggap bersih dari hadat kecil dan hadat besar, tujuannya agar roh halus yang dipanggil melalui mantra-mantra yang diucapkan Ntina Nubalia dengan mudah merasuki tujuh to po Balia. Mereka yang dirasuki ada hubungan keturunan, pertemanan, atau kembaran dari roh tersebut, to po Balia diistilahkan sebagai perahu yang digunakan sebagai perantara. Upacara Balia dilakukan di lapangan terbuka tepatnya di malam hari sampai menjelang pagi, upacara Balia dilakukan sehari semalam bahkan berturut-turut selama tiga hari tiga malam, tergantung penyakit yang diderita oleh si penderita.
To po Gimba
Dalam upacara Balia seseorang yang mengiringi topo taro dengan alat musik gendang dinamakan to po gimba. Ada tiga jenis pukulan yang sering digunakan untuk mengiringi para to po taro, di antaranya “Dudumpaku” jenis pukulan ini untuk memanggil roh. “Sarondayo Ri Batana” pukulan transisi sebelum mencapai trance. “Kancara Tampilangi” pukulan atau tempo cepat ketika to po Taro mencapai trance.
To po Lalove
To po lalove dalam upacara balia, yakni seseorang yang menggunakan alat musik tiup yang dikenal dengan suling, terbuat dari bambu, panjang kurang lebih 80 cm, teknik dan cara meniup alat musik tersebut layaknya orang meniup bara api, sehingga bunyi yang terdengar tidak terputus. Masyarakat setempat percaya bahwa alat musik ini digunakan untuk memangil roh halus, di tempatkan dalam kamar ukuran 1x1, diberi menyan atau dupa dan dibungkus dalam kain berwarnah merah atau kuning, pada hari-hari tertentu alat tersebut dikeluarkan dari tempatnya dengan syarat membaca mantra-mantra. Jenis bunyi atau irama yang dimainkan dalam alat musik lalove ini dinamakan Pantete Nabi, yakni memanggil dan mengeluarkan roh leluhur yang merasuki para to po taro.
Wah.., sayang ya kalau tidak dikembangan kata teman saya. Itu dia. Sebenarnya sudah sih, tapi apa dikata pemerintahnya saja kurang mendukung. Mereka yang tahu sejarah Kaili saja bisa dihitung dengan jari. Kenapa harus berharap dengan pemerintah? Pemerintah juga punya andil memelihara mas, apalagi mereka sebagai perwakilan daerah mau tidak mau memberi dukungan baik moril maupun materil. Saya bukan orang tradisi murni mas, saya lahir dan hidup dilingkungan modern tapi setidaknya kita haus tahu latar belakang tradisi kita sendiri, bukannya memanfaatkan tradisi demi satu tujuan. Wah..ngomong-ngomong tradisi tidak akan pernah selesai mas. Sampai sini dulu ya! Kapan-kapan kita sambung lagi.
Apa itu Palu?
Palu adalah sebuah kota tepatnya di Sulawesi Tengah, bukan Palu yang dipakai tukang kayu memalu paku. Saya pernah ditanya teman saya wong Jowo, nama aslimu siapa sih sebenarnya? Saya jawab Moh. Nurdiansyah, kok dipanggil Toto seperti nama orang jawa. Saya sendiri tidak tahu juga mas kenapa dipanggil Toto saya menjawab dengan ngawur dengan maksud menghibur mungkin sejak kecil sampai besar suka netek wakakak….teman saya tertawa. Awalnya nama saya Moh. Irfan mas, karena sakit-sakitan digantilah dengan panggilan Toto. Terus teman saya bertanya lagi, To aslimu nengdi? Saya jawab lagi. Palu. Teman saya itu tertawa lagi dengan ter-bahag-bahag saya bingung apa yang ditertawakan melihat teman saya tertawa saya pun ikut tertawa tanpa tahu sebab. Lucu ya To kata teman saya. Saya bertanya kenapa lucu? Ya jelas lucu besar di Palu lahir ditendang mati dibacok. Saya tersiggung dengan kata itu, sambil memperlihatkan senyum sinis. Tapi saya mengambil sisi positifnya menganggap bahwa ini awal dari sebuah keakraban hitung-hitung skalian memperkenalkan kepada mereka bahwa Palu itu ada di Sulawesi Tengah Bukan hanya Donggala yang mereka kenal. Saya merantau tidak ditendang tapi atas keinginan sendiri, sebab di Palu belum ada sekolah seninya mas. Jangankan sekolah seni keseniannya saja kurang mendapat dukungan. Kalau masalah mati itu urusan tuhan yang penting hubungan antar manusia berjalan dengan baik bersikap sopan dan santun. Jangan menimbulkan sesuatu yang memancing amarah. Teman saya itu diam sejenak seolah merasa bersalah iya..ya..To, betul juga kata pepatah mulutmu harimaumu, maaf ya To kalau kata-kataku tadi menyinggung perasaanmu. Ya sebab kata-kata itu doa astagfirullah…jawab kami berdua.
Eh..,ngomong-ngomong Kaili itu apa To?
Menurut tradisi lisan tumbuh di antara negeri Kalinjo dan Sigi Pulu. Begini ceritanya, sebenarnya keberadaan dan kebesaran orang di Kaili ada hubungan kisah epik I Lagaligo melalui tokoh Sawerigading. Ketika Sawerigading dari perjalanannya pulang dari negeri Cina untuk menemui perempuan yang dicintai dan dikawininya yang bernama Cudai, Sawerigading singgah di Ganti Ibukota kerajaan Banawa untuk bertemu dengan kerajaan Banawa. Ketika di Ganti itulah Sawerigading mendengar tentang negeri Sigipulu yang merupakan pusat Kerajaan Sigi yang dipimpin oleh seorang ratu yang cantik bernama Ngili Nayo. Berlayarlah Sawerigading menuju ke Kerajaan Sigi. Setelah memasuki teluk, dari kejauhan Sawerigading melihat pepohonan yang tinggi menjulang di sebelah Timur Teluk, ketika Sawerigading singgah di pelabuhan Sombe, Sawerigading memperoleh keterangan dari masyarakat di sekitar pelabuhan itu, bahwa pepohonan tersebut adalah pepohonan Kaili. sejak itu, para pelaut menyebut, Teluk Palu adalah Teluk Kaili dan masyarakat yang mendiami Lembah Palu dan sekitarnya disebut To Kaili. Itu sekilas tentang sejarah Kaili.
Tapi kenyataannya bukan demikian, bukan kisah tutur yang diceritakan terun temurun dari ayah kepada anaknya, bukan cerita dongeng yang menina bobokan kita, bukan juga cerita mitos atau pun legenda. ini realistis.
Ciri khas daripada watak seseorang bisa dipelajari dengan melihat latar belakang sejarahnya kawan. Tapi sayang pohon kaili tidak ada lagi sekarang punah tidak ada bibit-bibit, tidak ada generasi-generasi lagi, hanya itu-itu saja. yang lain entah di mana. Begitu juga dengan pohon Silaguri, simbol dari ketahanan dunia menurut mitos pohon Silaguri itu sangat besar sampai-sampai tiga orang yang berjejer berpegang tangan memeluk pohon itu tidak sampai juga. Bayangkan bagaimana besarnya, tapi sekarang besarnya se-kelingking. Hidup Itu kan penuh dengan tanda. Begitu banyak putra putri daerah yang berkwalitas tidak diberdayakan malah dipersulit. Padahal Otonomi Daerah sudah ada sekarang. Dulu dengan sekarang sama saja beda-beda tipis. Kalau dulu pejuang-pejuang kita yang melawan belanda, banyak yang diculik dibunuh dan ada juga yang dibuang ke tanah Jawa. Nah kalau zaman sekarang, dibunuh dengan cara halus, contoh kasus mau urus apa saja dipersulit itu sama saja membunuh harapan secara halus. Akhirnya terbuang, di deker-deker dan trotoar jalan.
Apakah ada tradisi leluhur di Palu To?
Ya..,jelas adalah no namanya Raego. Konon kabarnya, dahulu kala ada seorang petani yang sedang berburu di tengah hutan mendengar suara-suara melengking yang bersahut-sahutan. Ketika petani itu mencari sumber bunyi tersebut, dia terkejut melihat segerombolan rusa jantan dan betina sedang melakukan gerakan-gerakan yang ritmis serta se-sekali menghentak-hentakkan kaki mereka ke tanah, sambil mengeluarkan suara-suara melengking yang bersahut-sahutan. Dari gerakan rusa-rusa tersebut tarian ini diadaptasi dan ditirukan oleh masyarakat suku Kulawi Di kalangan masyarakat suku Kulawi, tarian ini dibawakan secara berpasangan membentuk setengah lingkaran atau satu lingkaran, di mana pria meletakan tangannya pada bahu wanita (mo mi olo). Tarian ini tidak menggunakan alat musik sebagai pengiring, tetapi mengandalkan alunan syair yang dinyanyikan oleh wanita (no wama) lalu dibalas oleh pria yang mengeluarkan suara-suara melengking (no wuncaka). Isi syair dalam tarian ini dibawakan sesuai dengan pesta adat yang sedang berlangsung.
Petama-tama seorang pria melantunkan sebuah syair (no timbeka) lalu diikuti oleh para pria lainnya (no umpui). Selanjutnya syair tersebut dibalas oleh seorang wanita (no wama). Tarian ini semakin riuh oleh lengkingan suara para pria yang bersahut-sahutan (no wuncaka). Pada bagian-bagian tertentu dalam tarian ini, para pria akan menghentak-hentakkan kaki mereka ke tanah (no haita) dan wanita menekukkan lutut mereka (no odu). Dalam tarian ini hanya seorang wanita saja yang berperan sebagai pelantun syair, sedangkan wanita yang lain hanya melakukan gerakan-gerakan ritmis saja. Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa tarian ini tidak
menggunakan alat musik sebagai pengiring. Hal ini berarti bahwa tarian rego muncul ketika masyarakat suku kulawi belum mengenal alat musik. Saat ini sangat jarang generasi muda suku kulawi yang mengetahui tarian ini, sehingga jika tidak dilestarikan, dikhawatirkan suatu saat nanti tarian ini akan punah.
Raego itu apa?
Raego merupakan upacara ritual adat, yakni puji-pujian kepada Sang Pencipta. Puji-pujian tersebut di antaranya meminta keselamatan agar terhindar dari segala macam bencana (tolak bala), Upacara ritual adat Raego biasanya dilaksnakan pada saat sebelum dan sesudah panen. Raego juga sebagai spirit untuk menghantar para Tadulako ketika akan berangkat perang.
Kenapa gerakkan tari Raego terus-menerus berfokus pada kaki yang menghentak bumi?
Secara filosofis membangunkan benih-benih tanaman agar subur. Masyarakat adat setempat percaya bahwa segala unsur yang ada di alam ini bersemayam roh-roh leluhur, hentakan kaki sebagai penanda untuk memohon kepada tupu tana (penghuni tanah) agar diberikannya kesuburan terhadap benih-benih tanaman.
Ada juga upacara adat namanya Balia
Pengobatan tradisi Balia yang terdapat di daerah Sulawesi Tengah tepatnya desa Pakuli. Provinsi Sulawesi Tengah adalah salah satu daerah yang kaya dengan pengetahuan dan kearifan lokal. Salah satu di antaranya banyak kearifan lokal tersebut adalah keberadaan sistem, pranata dan tata cara pengobatan tradisional. Sistem ini tumbuh dan berkembang ratusan tahun silam, dijalankan sebagai suatu metode bertahan hidup dan solusi atas permasalahan kesehatan yang mereka hadapi sehai-hari. Dalam sistem pengobatan tradisional inilah kita mengenal istilah sando, yakni sebutan yang diberikan kepada seseorang yang dianggap menguasai keahlian mengobati penyakit. Dalam bahasa kaili, salah satu bahasa lokal tertua di provinsi ini, sando berarti orang yang dikaruniai kemampuan menyembuhkan penyakit, baik penyakit jasmani maupun rohani.
Salah satu daerah kantong sando yang paling penting di provinsi ini adalah desa Pakuli, sebuah desa di kecamatan Gumbasa, kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah. Di desa yang sebagian wilayahnya berada di dalam kawasan Taman Nasional Lore Lindu. Desa ini juga kaya dengan aneka tanaman yang biasa juga menjadi bahan baku obat-obat tradisional. Istilah “pakuli” sendiri dalam bahasa Kaili berarti “obat”.
Keahlian mengobati berbagai penyakit ini mengantarkan sando pada strata sosial dan status budaya yang tinggi dikalangan masyarakan. Mereka sangat dihormati, dan sering dijadikan panutan bagi anggota masyarakat lainnya. Bercengrama dan berkunjung menemui penduduk yang menjadi pasiennya adalah salah satu pekerjaan rutin sando di samping obat-mengobati. Itulah sebabnya secara emosional hubungan mereka dangan masyarakat sangatlah dekat.
Di samping keahliannya mengobati penyakit, sando dipandang sebagai seorang pemuka adat, karena mereka juga biasanya sangat menguasai tata cara dan pranata adat, terutama pranata adat yang berhubungan dengan praktek pengobatan. Mereka diposisikan sebagai pelindung karena kemampuannya memediasi dan berkomunikasi dengan roh-roh leluhur. Lebih dari sekedar hubungan fisik antara manusia, interaksi antara masyarakat, sando dan roh-roh leluhur lebih menampakkan satu bentuk kesatuan religiositas yang berpern penting dalam memantapkan kehidupan pribadi sekaligus mengenalkan ikatan sosial di antara mereka.
Kapan biasanya upacara adat Balia dilaksanakan?
Biasanya diadakan pada saat memperingati hari besar kepahlawanan, kemerdekaan, kenabian, dan sebagainya. Adat disebut dengan upacara, yakni tanda-tanda kebesaran. Adat adalah sesuatu yang lazim diturut atau dilakukan sejak dahulu kala hingga menjadi tradisi. Maksud tradisi tersebut, yaitu kepercayaan, kebiasaan, ajaran yang turun-temurun dari nenek moyang.
Balia terbagi menjadi dua suku kata “bali” dan “ia”. “Bali” berasal dari kata kembali. ”ia” menunjukkan diri si penderita, secara etimologis atau asal kata arti dari Balia, yakni kembalikan ia layaknya seperti semula. Dalam upacara Balia para peserta di wajibkan menggunakan atribut seperti siga pakaian adat bercorak kuning, atau putih, Buya Mbesa dan perangkat upacara ritual seperti Guma, Kaliavo, Tampi, Gimba, Lalove, dan Pingga Putih. Bentuk dominan upacara ini adalah No Taro, Gimba dan Lalove. Dan dade-dade, yang berisikan gane-gane.
Topo Taro
Peserta upacara akan terus menari hingga semuanya mengalami trance, kerasukan roh leluhur yang mereka sebut No Taro. Upacara biasanya diakhiri dengan penyembelian hewan, sebagai simbol persembahan atau tebusan atau kesalahan yang dilakukan oleh si penderita atau keluarganya. Besarnya kesalahan atau penyakit yang diderita oleh seseorang, itu dapat kita lihat dari besarnya hewan yang akan disembelih, dari ayam, kambing, sapi atau kerbau.
Setiap daerah memiliki kepercayaan terhadap tradisinya, yang diberikan secara turun-temurun dari ayah kepada anaknya. Mempertahankan tradisi leluhur dan menjaganya sebagai warisan tidak lain sebagai penanda ciri khas daerah tertentu. Dari tradisi tercipta gaya berbahasa, tingkah laku, sopan, santun dan sebagainya. Masyarakat adat percaya apabila melanggar aturan adat akan terus-menerus mendapat musibah. Di Provinsi Sulawesi Tengah kabupaten Donggal tepatnya desa Pakuli memiliki satu kepercayaan terhadap penyakit yang tidak dapat disembuhkan oleh ilmu kedokteran dan satu-satunya jalan yang ditempu melalui pengobatan tradisi Balia. Masyarakat setempat percaya bahwa penyakit yang diderita oleh si penderita adalah penyakit yang diakibatkan oleh gangguan mahluk halus atau roh leluhur, karena dianggap telah melanggar larangan adat atau tidak menghargai alam tempat di mana mereka tinggal.
Upacara no Balia diikuti paling sedikit tujuh orang to po Balia dan pemangku adat. Yang menjadi to po Balia yakni mereka yang dianggap bersih dari hadat kecil dan hadat besar, tujuannya agar roh halus yang dipanggil melalui mantra-mantra yang diucapkan Ntina Nubalia dengan mudah merasuki tujuh to po Balia. Mereka yang dirasuki ada hubungan keturunan, pertemanan, atau kembaran dari roh tersebut, to po Balia diistilahkan sebagai perahu yang digunakan sebagai perantara. Upacara Balia dilakukan di lapangan terbuka tepatnya di malam hari sampai menjelang pagi, upacara Balia dilakukan sehari semalam bahkan berturut-turut selama tiga hari tiga malam, tergantung penyakit yang diderita oleh si penderita.
To po Gimba
Dalam upacara Balia seseorang yang mengiringi topo taro dengan alat musik gendang dinamakan to po gimba. Ada tiga jenis pukulan yang sering digunakan untuk mengiringi para to po taro, di antaranya “Dudumpaku” jenis pukulan ini untuk memanggil roh. “Sarondayo Ri Batana” pukulan transisi sebelum mencapai trance. “Kancara Tampilangi” pukulan atau tempo cepat ketika to po Taro mencapai trance.
To po Lalove
To po lalove dalam upacara balia, yakni seseorang yang menggunakan alat musik tiup yang dikenal dengan suling, terbuat dari bambu, panjang kurang lebih 80 cm, teknik dan cara meniup alat musik tersebut layaknya orang meniup bara api, sehingga bunyi yang terdengar tidak terputus. Masyarakat setempat percaya bahwa alat musik ini digunakan untuk memangil roh halus, di tempatkan dalam kamar ukuran 1x1, diberi menyan atau dupa dan dibungkus dalam kain berwarnah merah atau kuning, pada hari-hari tertentu alat tersebut dikeluarkan dari tempatnya dengan syarat membaca mantra-mantra. Jenis bunyi atau irama yang dimainkan dalam alat musik lalove ini dinamakan Pantete Nabi, yakni memanggil dan mengeluarkan roh leluhur yang merasuki para to po taro.
Wah.., sayang ya kalau tidak dikembangan kata teman saya. Itu dia. Sebenarnya sudah sih, tapi apa dikata pemerintahnya saja kurang mendukung. Mereka yang tahu sejarah Kaili saja bisa dihitung dengan jari. Kenapa harus berharap dengan pemerintah? Pemerintah juga punya andil memelihara mas, apalagi mereka sebagai perwakilan daerah mau tidak mau memberi dukungan baik moril maupun materil. Saya bukan orang tradisi murni mas, saya lahir dan hidup dilingkungan modern tapi setidaknya kita haus tahu latar belakang tradisi kita sendiri, bukannya memanfaatkan tradisi demi satu tujuan. Wah..ngomong-ngomong tradisi tidak akan pernah selesai mas. Sampai sini dulu ya! Kapan-kapan kita sambung lagi.
Saturday, December 12, 2009
Workshop penyutradaraan
M. Noerdianza
PENGERTIAN SUTRADARA
Apa itu sutradara ?
1.Orang Yunani menamakan sutradara sebagai didaskalos yang berarti “guru”. Maksud dari guru tersebut, yakni seseorang yang lebih dulu memiliki pengetahuan pada bidangnnya, pengetahunnya itu diberikan kepada orang yang dianggap belum memahami. Namun terkadang pengajar-pengajar seni drama/teater ditingkat SMP, SMA, Bahkan tingkat Kampus kurang mendalami secara spesifik bagaimana mengemas sebuah pertunjukan drama/teater yang memiliki nilai estetik, tentunya dengan melalui pengamatan dan pengejaran kebenaran tidak hanya sebatas khayalan. Berbicara drama dan teater adalah satu kesatuan antar unsur seni. Sekali saja kita berbuat kesalahan selamanya penonton tidak akan mempercayai lagi setiap garapan yang akan dipentaskan. Makna dan tujuan drama/teater, adalah jujur dalam pekataan, ikhlas dalam perbuatan, sabar dalam cobaan, tegas dalam tindakan.
2.Sutradara menurut Russel J.Grandstaff adalah para penerjemah, para guru dan seniman-seniman kreatif. Kemampuan mereka dalam menangkap keberadaan orang lain harus jeli. Rasa tanggung jawab kepada penulis naskah dan kepada penonton harus tulus. Dengan kebajikan pengalaman dan latihan-latihan, mereka memiliki keterampilan-keterampilan organisasi dan pengetahuan vokal sebagai bagian dari keahlian menyutradarai.
3.Nano Riantiarno mengatakan bahwa sutradara harus mampu memimpin dan mengarahkan semua bagian menuju kepada sebuah tujuan. Maksud dari semua bagian tersebut, yakni
4.Berbeda pula tanggapan sutradara yang dikemukakan Harymawan. Sutradara sama halnya dengan karyawan yang mengkoordinasi segala unsur teater dengan paham, kecakapan, serta daya khayal yang inteligen sehingga mencapai suatu pertunjukan yang berhasil. Seperti yang kita ketahui bahwa Karyawan adalah pekerja. Pengertian karyawan di sini sama halnya dengan seorang sutradara yang memiliki wewenang terhadap segala unsur yang terkait erat dengan produksi teater.
Mengapa dinamakan sutradara?
Karena Ia yang mengatur dan mengkoodinir segala unsur seni yang terkait erat dengan produksi teater, yakni:
Naskah
Sebuah hasil dari bengamatan, penglihatan, pendengaran, perasaan, kemudian dihayati dan resapi di renungkan kembali, lalu dituangkan menjadi sebuah karya tulis.
Aktor
Seseorang yang memerankan karakter tokoh menghidupkan karya tulis melalui tubuhnya.
Tempat
Sebuah ruang di mana proses latihan berlangsung dan di mana pertunjukan di laksanakan.
Penata Panggung
Merancang/menata ruang pertunjukan
Penata lampu
Selain sebagai penerang berfungsi sebagai penanda suasana
Penata kostum
Merancang kebutuhan pakaian pemain
Penata make up
Melukis wajah pemain sesuai dengan karakter tokoh
Penata musik
menghidupkan suasana permainan,
Sutradara ibarat seorang ayah yang selalu memperhatikan keluarganya dengan penuh kasih sayang dalam suka maupun duka, apa bila lalai mengatur rumah tangganya akan menyebabkan pertengkaran bahan berakhir dengan perceraian. Begitu pula tehadap sutradara dengan para aktornya, apabila gagal mengatur pemainnya, akan berakhir kegagalan dalam pementasan. Untuk itu dibutuhkan kecerdasan intelektual. Maksud dari kecerdasan intelektual tersebut, yakni kecerdasan pikir terhadap situasi dan kondisi ketika proses berjalan. Sutradara tidak cukup hanya dengan mengatur dan mengkoordinir saja tetapi ia harus mempelajari psikologi dari tiap-tiap pemainnya. Ayah yang baik memahami psikologis anaknya, begitu pula sutradara. Ayah yang baik memberi kebebasan terhadap apa yang menjadi keinginan anaknya, dalam hal ini masih bersifat positif, apabila terjadi kekhilafan seorang ayah berhak menegur. Sama halnya sutradara memberi kebebasan kepada aktornya melakukan pencarian bentuk terhadap karakter tokoh dengan ketentuan tidak lepas dari konsep awal sutradara. Apabila bergeser dari konsep yang ada maka sutradara harus meluruskannya.
Siapa saja yang bisa menjadi sutradara?
Siapa saja bisa menyutradarai asalkan Ia merasa dirinya mampu.
Kapan munculnya sutradara?
Pada zaman Yunani Purba, pergelaran secara langsung dibawakan atau dipimpin oleh penulis naskah. Pada zaman abad pertengahan, ada yang disebut Metteur du jeu atau pemimpin permainan yang bertugas mengkoordinir pertunjukan. Pada zaman Shakespeare sampai akhir abad ke 19, pergelaran teater dipimpin oleh Aktor Manager. Tetapi pada zaman modern, seringkali seorang sutradara merangkap menjadi pemain utama. dan sebagai akibat dari kondisi semacam ini, perhatian sang sutradara biasanya lebih tertuju pada peranannya sendiri sebagai aktor daripada sebagai sutradara. Cohen (1983) mengatakan bahwa sebenarnya kerja penyutradaraan telah ada seiring dengan kemunculan teater, namun tidak ada seseorang yang dianggap sebagai sutradara seperti istilah sekarang yang kita miliki.
Dimana munculnya sutradara…..?
Merujuk pada pengertian Cohen bahwa sutradara telah ada seiring dengan kemunculan teater, sebagaimana yang kita ketahui asal mula drama dan teater berawal dari upacara persembahan. pada orang Yunani percaya apabila bencana datang terus-menerus menandakan dewa Dionysius mulai murka, ketika masa kesuburan datang, itu menandakan dewa Apollo melindungi tanaman mereka dari bencana. Dalam upacara persembahan tersebut, dibutuhkan seseorang yang dipercayakan mampu mengarahkan dan mengatur segala kebutuhan upacara. Seseorang yang dianggap mampu mengatur itu adalah pemimpin.
Bagaimana cara kerja sutradara?
Pertama-tama memilih atau menulis naskah, kemudian membaca naskah, setelah itu melakukan analisis terhadap naskah. Menganalisis naskah terdiri dari dua bagian, yakni analisis struktur dan tekstur naskah.
Struktur
Untuk mengkaji beberapa aspek yang terkandung dalam teks dibutuhkan pengkajian dari penemuan data yang nampak secara visual. Gorge Kernodle menulis bahwa untuk memahami teks lakon, terlebih dahulu harus menganalisisnya untuk mengungkapkan struktur dan tekstur daramatik. Stuktur adalah pola pikir yang sangat mendasar di dalamnya terdapat perancangan hasil dari pengamatan panca indara. Analisis Struktur Menurut Bakdi Soemanto adalah bangunan pikiran lakon yang terdiri dari plot, character, theme.
Plot/alur ceritra
Terdiri dari awal, tengah, dan akhir. (awal, klimaks, dan ending).
Flash back (alur mundur)
Alur maju
Muzaik /kolase/ zig-zag (kejadian sekarang flash back, kejadian sekarang)
Sirkuler (melingkar)
Karakter/watak tokoh
Karakter tokoh dapat ditemukan melalui pengamatan terhadap dialog-dialog yang terdapat dalam naskah.
Tema
Tema sama halnya dengan fondasi bangunan rumah, sebagus apapun rumah tanpa campuran yang baik bangunan itu akan retak dan runtuh. Pemaknaan fondasi adalah dasar atau pijakan bahwa tidak ada bangunan cerita drama yang baik tanpa tema. Harymawan menggunakan kata premise yakni rumusan intisari cerita sebagai landasan ideal dalam menunjukkan arah tujuan cerita, ditinjau dari pelaksanaan merupakan landasan pola bangunan lakon.
Tekstur
Lakon merupakan pijakan dalam mewujudkan gagasan untuk memvisualisasikan pengembangan karakter atau watak tokoh serta unsur pementasan lainnya. Menafsir lakon terlebih dahulu memahami tekstur. Menurut Roman Ingarden, teks lakon pada umumnya adanya dua unsur pokok, yang pertama disebut Haupttext, yakni primary text atau teks utama yang berwujud dialog tokoh-tokoh, dan Nebentext, yakni ancillary text atau teks tambahan yang sering juga disebut teks pembantu. Teks tambahan ini biasanya dicetak miring, diletakkan dalam kurung dengan huruf kapital, atau garis bawah. Tekstur berasal dari kata text yang berarti tenunan yang dapat ditangkap dengan lima indra, dengan mempertimbangakan tekstur dari teks dramatik lakon dalam wujud teks tertulis dapat dibayangkan sosoknya. Istilah ini untuk menyebutkan tiga unsur dalam teks dramatik yakni dialog, mood dan spectacles.
Dialog
Mengingat bahwa teks ini tidak memiliki narasi jalan yang dituju yakni melalui dialog yang ada pada teks lakon. Pertama harus menyajikan informasi, kedua, dialog harus mewujudkan karakter, ketiga, dialog harus mengiringi perhatian pada kepentingan plot, yaitu memberi tekanan pada makna dan informasi di dalamnya serta membangun reaksi yang dihasilkannya. Keempat, dialog menghidupkan tema naskah, kelima, dialog harus membantu pembentukan nada dan suasana kemungkinannya, keenam, dialog harus membantu meningkatkan tempo dan irama. Dialog berfungsi sebagai alat aktor untuk menyampaikan pesan kepada penonton, melalui suara dan gerak tubuhnya. Untuk memahami naskah sutradara membaca naskah berkali-kali, kemudian memaknai maksud dari tiap-tiap kata yang terdapat dalam kalimat setelalah itu memilih diksi (gaya berkata). pengucapatan intonasi (tekanan nada suara), artikulasi (pengucapan kata-kata yang jelas), Adapun tujuan Haupttext dan Nebentext untuk mempermudah sutradara serta pemainnya menganalisis lakon.
Mood adalah suasana.
Aristoteles menyebut bahwa suasana dan irama sebagai musik. Irama musik dapat digunakan sebagai pengganti istilah suasana dan irama pertunjukan, suasana sebuah pertunjukan tergantung pada gabungan berbagai unsur termasuk spektakel dan bahasa yang kemudian mencipta sebuah irama permainan. Penonton langsung menyaksikan aktor bergerak dengan irama, berbicara dengan irama, bahkan penonton langsung merasakan perubahan irama permainan karena pergantian intensitas cahaya.
Spektakel
Melalui pencermatan teks dalam lakon serta penataan artistik dapat kita temukan spektakel yang tersembunyi di dalam lakon. Adapun makna dari kejelasannya dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. Spektakel adalah suatu daya tarik yang hadir secara visual di atas panggung. Spektakel terdiri dari kostum, penataan cahaya, tata rias, tata busana. Spektakel atau mise en scene berarti sebagai berikut: Spektakel adalah gerakan atau tindakan fisik seorang tokoh yang berlangsung di atas panggung, tentunya melalui aktor untuk menyampaikan pikir dan rasanya. Spektakel digunakan sutradara dan untuk menyusun tindakan secara fisik dan keaktoran bisnis tokoh, keluar masuk aktor, pengelompokkan aktor, memilih kostum dan rias, dan memilih ruang panggung sesuai dengan penafsiran lakon. Spektakel adalah ruang visual yang disimbolkan melalui suara atau unsur pemanggungan lainnya. Spektakel dapat digunakan untuk meyakinkan tindakan tokoh melalui skeneri, tata lampu, permainan aktor, tata kostum yang tepat. Spektakel dapat membantu diksi mengungkapkan cerita. Spektakel dapat lebih meyakinkan dibanding dengan kata, karena dibantu oleh penyutradaraan, keaktoran, dan penataan artistik.
Menggali latar belakang pengarang
Biodata pengarang
Latar belakang tempat/waktu/peristiwa
Waktu: Tahun kejadian
Tempat: Terjadi di mana
Peristiwa: Kejadian apa yang terjadi pada saat itu.
Analisis tokoh
1. Psikologis (latar belakang kejiwaan)
- Mentalitas, ukuran moral/membedakan antara yang baik dan tidak baik.
- Temperamen, keinginan dan perasaan pribadi, sikap dan kelakuan
- IQ. (intelligence Quotient), tingkat kecerdasan, keahlian khusus dalam
bidang-bidang tertentu.
2. Sosiologis (latar belakang kemasyarakatannya)
- Status social
- Pekerjaan, jabatan, peranan di dalam masyarakat
- Pendidikan
- Kehidupan pribadi
- Pandangan hidup, kepercayaan, agama, ideologi.
- Aktivitas sosial, organisasi, hobby.
- Bangsa, suku, keturunan.
3. Fisiologis (ciri-ciri badani)
- Usia (tingkat kedewasaan)
- Jenis kelamin
- Keadaan tubuhnya
- Ciri-ciri muka dan sebagainnya.
Artistik Terdiri dari:
Lampu
Kostum
Make up
Set Panggung
musik
TEATER SEBAGAI ORGANISASI
Proses Teater merupakan sebuah proses organisasi (bentuk kerja kolektif; di mana segala macam orang dengan segala macam fungsinya tergabung dalam suatu koordinasi yang rapi, dan juga mencakup juga pengertian sampai batas-batas yang sentimentil), seperti halnya diri manusia itu sendiri, atau layaknya seperti sebuah negara. Keberhasilan suatu pertunjukan teater dapat juga sebagai keberhasilan suatu seni organisasi; baik organisasi penyelenggaraannya (panitia produksi) maupun segi seni-seninya (penyutradaraan, penataan set, permainan, musik dan unsur-unsur lain). Berikut ini contoh elemen dari sebuah grup teater dalam mengadakan sebuah produksi.
- Pimpinan Produksi
Mengatur semua tim produksi menanyakan kendala-kendala dilapangan, apabila terdapat kendala di lapangan pimpinan produksi segera mengambil keputusan dan memberi jalan keluar langkah-langkah apa yang akan dilakukan selanjutnya.
- Sekretaris Produksi
Berurusan dengan surat-menyurat.
- Keungan Produksi / Bendahara
Memegang seluruh dana produksi dan mencatat keluar masuknya dana produksi.
- Urusan Dokumentasi
Pengadaan Photo
Pengadaan Camera
- Urusan Publikasi
Menyebar Panflet
Menyebar undangan kesurat kabar, atau siaran radio
- Urusan Pendanaan
Menyebarkan proposal keinstansi terkait
- Urusan Ticketting atau karcis
Menjual ticket
- Urusan Kesejahteraan
Menyediakan konsumsi untuk pekerja
- Urusan Perlengkapan
Pengadaan peralatan sekretariat
- Art Director / Pimpinan Artistik
membawahi dan mengontrol beberapa tim produksi, yakni
Penata panggung, penata musik, penata kostum, penata make Up, dan penata musik.
- Stage Manager/Manajer Panggung
Menetukan tempat
Pengadaan kelengkapan kebutuhan set
Mengatur para pemain ketika gladi kotor dan gladi bersih
Menentukan jadwal dan jam pemakaian panggung
Mengatur sirkulasi pemain di belakang panggung
Menentukan pembagian tempat pemain di bagian kiri dan kanan panggung. Supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti tertukarnya hand prop serta kostum
Menentukan kapan pertunjukan akan dimulai.
Saat pertunjukan berakhir memeriksa kembali ruang make up dan tempat-tempat lainnya siapa tahu ada barang yang tertingal.
Mengatur keluar masuk penoton
Cruw Panggung.
pekerja panggung yang medekorasi panggung
Setiap elemen memiliki tugas sendiri-sendiri dan sudah seharusnya untuk bertanggungjawab penuh atas tugas itu (secara profesional). Sebagai contoh seorang urusan pendanaan, ia harus memikirkan seberapa besar dana yang dibuhtuhkan? Dari mana dana itu didapatkan. Begitupula seorang Sutradara yang bertanggungjawab atas pola permainan panggung; (pemeran, cahaya, bunyi-bunyian, set panggung, make up, kostum, dan lain-lain). Jikalau kita memandang elemen dalam grup teater, ada kesamaan dengan elemen dalam tubuh kita sendiri; setiap organ tubuh memiliki fungsi sendiri, tetapi saling berhubungan dan tergabung dalam fungsi yang sempurna. Teater ibarat laboratorium kehidupan itu sendiri, seperti yang diungkapkan Peter Brook “Teater akan menjadi tempat yang indah bagi orang-orang yang mabuk dan kesepian, Teater merupakan sebuah tindak budaya, Teater bukanlah tempat untuk melarikan diri ataupun untuk mencari perlindungan”.
Tahap perancangan sutradara
1.Memilih atau menulis naskah
2.Menganalisis naskah
3.Membuat konsep
4.Membuat jadwal latihan
5.Menentukan tempat latihan
6.Mengumpulkan pemain dan tim artistik.
7.Memimpin latihan
1.Reading
2.Memilih pemain
3.Menentukan watak
4.Menentukan irama permainan
5.Menentukan blocking atau garis pemain
6.Mempertimbangkan keseimbangan panggug
7.Penciptaan komposisi
8.Levelitas
9.Teknik muncul
Tahapan ini merupakan tahapan penggalian sekaligus pencarian bentuk dan warna.
Catatan penting bagi sutradara ketika praktek berjalan
1.Sutradara mampu mengatur kecerdasan emosinya.
2.Bersikap bijak setiap menyikapi persoalan.
3.Bersikap terbuka menerima segala masukan, berani mengambil keputusan
tentunya dengan berbagai pertimbangan.
4.Memahami psikologis tiap-tiap aktornya.
5.Mampu membaca suasana apabila situasi pemain mengalami kejenuhan.
6.Selalu menciptakan suasana yang harmonis kepada seluruh tim produksi. bila
perlu bersikap humoris.
Tahapan Pementasan.
Pementasan merupakan hasil akhir dari sebuah penciptaan pemanggungan, keberhasilan seorang sutradara dalam mengelola segala unsur penciptaan teater akan tampak pada saat pementasan.
PENGERTIAN SUTRADARA
Apa itu sutradara ?
1.Orang Yunani menamakan sutradara sebagai didaskalos yang berarti “guru”. Maksud dari guru tersebut, yakni seseorang yang lebih dulu memiliki pengetahuan pada bidangnnya, pengetahunnya itu diberikan kepada orang yang dianggap belum memahami. Namun terkadang pengajar-pengajar seni drama/teater ditingkat SMP, SMA, Bahkan tingkat Kampus kurang mendalami secara spesifik bagaimana mengemas sebuah pertunjukan drama/teater yang memiliki nilai estetik, tentunya dengan melalui pengamatan dan pengejaran kebenaran tidak hanya sebatas khayalan. Berbicara drama dan teater adalah satu kesatuan antar unsur seni. Sekali saja kita berbuat kesalahan selamanya penonton tidak akan mempercayai lagi setiap garapan yang akan dipentaskan. Makna dan tujuan drama/teater, adalah jujur dalam pekataan, ikhlas dalam perbuatan, sabar dalam cobaan, tegas dalam tindakan.
2.Sutradara menurut Russel J.Grandstaff adalah para penerjemah, para guru dan seniman-seniman kreatif. Kemampuan mereka dalam menangkap keberadaan orang lain harus jeli. Rasa tanggung jawab kepada penulis naskah dan kepada penonton harus tulus. Dengan kebajikan pengalaman dan latihan-latihan, mereka memiliki keterampilan-keterampilan organisasi dan pengetahuan vokal sebagai bagian dari keahlian menyutradarai.
3.Nano Riantiarno mengatakan bahwa sutradara harus mampu memimpin dan mengarahkan semua bagian menuju kepada sebuah tujuan. Maksud dari semua bagian tersebut, yakni
4.Berbeda pula tanggapan sutradara yang dikemukakan Harymawan. Sutradara sama halnya dengan karyawan yang mengkoordinasi segala unsur teater dengan paham, kecakapan, serta daya khayal yang inteligen sehingga mencapai suatu pertunjukan yang berhasil. Seperti yang kita ketahui bahwa Karyawan adalah pekerja. Pengertian karyawan di sini sama halnya dengan seorang sutradara yang memiliki wewenang terhadap segala unsur yang terkait erat dengan produksi teater.
Mengapa dinamakan sutradara?
Karena Ia yang mengatur dan mengkoodinir segala unsur seni yang terkait erat dengan produksi teater, yakni:
Naskah
Sebuah hasil dari bengamatan, penglihatan, pendengaran, perasaan, kemudian dihayati dan resapi di renungkan kembali, lalu dituangkan menjadi sebuah karya tulis.
Aktor
Seseorang yang memerankan karakter tokoh menghidupkan karya tulis melalui tubuhnya.
Tempat
Sebuah ruang di mana proses latihan berlangsung dan di mana pertunjukan di laksanakan.
Penata Panggung
Merancang/menata ruang pertunjukan
Penata lampu
Selain sebagai penerang berfungsi sebagai penanda suasana
Penata kostum
Merancang kebutuhan pakaian pemain
Penata make up
Melukis wajah pemain sesuai dengan karakter tokoh
Penata musik
menghidupkan suasana permainan,
Sutradara ibarat seorang ayah yang selalu memperhatikan keluarganya dengan penuh kasih sayang dalam suka maupun duka, apa bila lalai mengatur rumah tangganya akan menyebabkan pertengkaran bahan berakhir dengan perceraian. Begitu pula tehadap sutradara dengan para aktornya, apabila gagal mengatur pemainnya, akan berakhir kegagalan dalam pementasan. Untuk itu dibutuhkan kecerdasan intelektual. Maksud dari kecerdasan intelektual tersebut, yakni kecerdasan pikir terhadap situasi dan kondisi ketika proses berjalan. Sutradara tidak cukup hanya dengan mengatur dan mengkoordinir saja tetapi ia harus mempelajari psikologi dari tiap-tiap pemainnya. Ayah yang baik memahami psikologis anaknya, begitu pula sutradara. Ayah yang baik memberi kebebasan terhadap apa yang menjadi keinginan anaknya, dalam hal ini masih bersifat positif, apabila terjadi kekhilafan seorang ayah berhak menegur. Sama halnya sutradara memberi kebebasan kepada aktornya melakukan pencarian bentuk terhadap karakter tokoh dengan ketentuan tidak lepas dari konsep awal sutradara. Apabila bergeser dari konsep yang ada maka sutradara harus meluruskannya.
Siapa saja yang bisa menjadi sutradara?
Siapa saja bisa menyutradarai asalkan Ia merasa dirinya mampu.
Kapan munculnya sutradara?
Pada zaman Yunani Purba, pergelaran secara langsung dibawakan atau dipimpin oleh penulis naskah. Pada zaman abad pertengahan, ada yang disebut Metteur du jeu atau pemimpin permainan yang bertugas mengkoordinir pertunjukan. Pada zaman Shakespeare sampai akhir abad ke 19, pergelaran teater dipimpin oleh Aktor Manager. Tetapi pada zaman modern, seringkali seorang sutradara merangkap menjadi pemain utama. dan sebagai akibat dari kondisi semacam ini, perhatian sang sutradara biasanya lebih tertuju pada peranannya sendiri sebagai aktor daripada sebagai sutradara. Cohen (1983) mengatakan bahwa sebenarnya kerja penyutradaraan telah ada seiring dengan kemunculan teater, namun tidak ada seseorang yang dianggap sebagai sutradara seperti istilah sekarang yang kita miliki.
Dimana munculnya sutradara…..?
Merujuk pada pengertian Cohen bahwa sutradara telah ada seiring dengan kemunculan teater, sebagaimana yang kita ketahui asal mula drama dan teater berawal dari upacara persembahan. pada orang Yunani percaya apabila bencana datang terus-menerus menandakan dewa Dionysius mulai murka, ketika masa kesuburan datang, itu menandakan dewa Apollo melindungi tanaman mereka dari bencana. Dalam upacara persembahan tersebut, dibutuhkan seseorang yang dipercayakan mampu mengarahkan dan mengatur segala kebutuhan upacara. Seseorang yang dianggap mampu mengatur itu adalah pemimpin.
Bagaimana cara kerja sutradara?
Pertama-tama memilih atau menulis naskah, kemudian membaca naskah, setelah itu melakukan analisis terhadap naskah. Menganalisis naskah terdiri dari dua bagian, yakni analisis struktur dan tekstur naskah.
Struktur
Untuk mengkaji beberapa aspek yang terkandung dalam teks dibutuhkan pengkajian dari penemuan data yang nampak secara visual. Gorge Kernodle menulis bahwa untuk memahami teks lakon, terlebih dahulu harus menganalisisnya untuk mengungkapkan struktur dan tekstur daramatik. Stuktur adalah pola pikir yang sangat mendasar di dalamnya terdapat perancangan hasil dari pengamatan panca indara. Analisis Struktur Menurut Bakdi Soemanto adalah bangunan pikiran lakon yang terdiri dari plot, character, theme.
Plot/alur ceritra
Terdiri dari awal, tengah, dan akhir. (awal, klimaks, dan ending).
Flash back (alur mundur)
Alur maju
Muzaik /kolase/ zig-zag (kejadian sekarang flash back, kejadian sekarang)
Sirkuler (melingkar)
Karakter/watak tokoh
Karakter tokoh dapat ditemukan melalui pengamatan terhadap dialog-dialog yang terdapat dalam naskah.
Tema
Tema sama halnya dengan fondasi bangunan rumah, sebagus apapun rumah tanpa campuran yang baik bangunan itu akan retak dan runtuh. Pemaknaan fondasi adalah dasar atau pijakan bahwa tidak ada bangunan cerita drama yang baik tanpa tema. Harymawan menggunakan kata premise yakni rumusan intisari cerita sebagai landasan ideal dalam menunjukkan arah tujuan cerita, ditinjau dari pelaksanaan merupakan landasan pola bangunan lakon.
Tekstur
Lakon merupakan pijakan dalam mewujudkan gagasan untuk memvisualisasikan pengembangan karakter atau watak tokoh serta unsur pementasan lainnya. Menafsir lakon terlebih dahulu memahami tekstur. Menurut Roman Ingarden, teks lakon pada umumnya adanya dua unsur pokok, yang pertama disebut Haupttext, yakni primary text atau teks utama yang berwujud dialog tokoh-tokoh, dan Nebentext, yakni ancillary text atau teks tambahan yang sering juga disebut teks pembantu. Teks tambahan ini biasanya dicetak miring, diletakkan dalam kurung dengan huruf kapital, atau garis bawah. Tekstur berasal dari kata text yang berarti tenunan yang dapat ditangkap dengan lima indra, dengan mempertimbangakan tekstur dari teks dramatik lakon dalam wujud teks tertulis dapat dibayangkan sosoknya. Istilah ini untuk menyebutkan tiga unsur dalam teks dramatik yakni dialog, mood dan spectacles.
Dialog
Mengingat bahwa teks ini tidak memiliki narasi jalan yang dituju yakni melalui dialog yang ada pada teks lakon. Pertama harus menyajikan informasi, kedua, dialog harus mewujudkan karakter, ketiga, dialog harus mengiringi perhatian pada kepentingan plot, yaitu memberi tekanan pada makna dan informasi di dalamnya serta membangun reaksi yang dihasilkannya. Keempat, dialog menghidupkan tema naskah, kelima, dialog harus membantu pembentukan nada dan suasana kemungkinannya, keenam, dialog harus membantu meningkatkan tempo dan irama. Dialog berfungsi sebagai alat aktor untuk menyampaikan pesan kepada penonton, melalui suara dan gerak tubuhnya. Untuk memahami naskah sutradara membaca naskah berkali-kali, kemudian memaknai maksud dari tiap-tiap kata yang terdapat dalam kalimat setelalah itu memilih diksi (gaya berkata). pengucapatan intonasi (tekanan nada suara), artikulasi (pengucapan kata-kata yang jelas), Adapun tujuan Haupttext dan Nebentext untuk mempermudah sutradara serta pemainnya menganalisis lakon.
Mood adalah suasana.
Aristoteles menyebut bahwa suasana dan irama sebagai musik. Irama musik dapat digunakan sebagai pengganti istilah suasana dan irama pertunjukan, suasana sebuah pertunjukan tergantung pada gabungan berbagai unsur termasuk spektakel dan bahasa yang kemudian mencipta sebuah irama permainan. Penonton langsung menyaksikan aktor bergerak dengan irama, berbicara dengan irama, bahkan penonton langsung merasakan perubahan irama permainan karena pergantian intensitas cahaya.
Spektakel
Melalui pencermatan teks dalam lakon serta penataan artistik dapat kita temukan spektakel yang tersembunyi di dalam lakon. Adapun makna dari kejelasannya dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. Spektakel adalah suatu daya tarik yang hadir secara visual di atas panggung. Spektakel terdiri dari kostum, penataan cahaya, tata rias, tata busana. Spektakel atau mise en scene berarti sebagai berikut: Spektakel adalah gerakan atau tindakan fisik seorang tokoh yang berlangsung di atas panggung, tentunya melalui aktor untuk menyampaikan pikir dan rasanya. Spektakel digunakan sutradara dan untuk menyusun tindakan secara fisik dan keaktoran bisnis tokoh, keluar masuk aktor, pengelompokkan aktor, memilih kostum dan rias, dan memilih ruang panggung sesuai dengan penafsiran lakon. Spektakel adalah ruang visual yang disimbolkan melalui suara atau unsur pemanggungan lainnya. Spektakel dapat digunakan untuk meyakinkan tindakan tokoh melalui skeneri, tata lampu, permainan aktor, tata kostum yang tepat. Spektakel dapat membantu diksi mengungkapkan cerita. Spektakel dapat lebih meyakinkan dibanding dengan kata, karena dibantu oleh penyutradaraan, keaktoran, dan penataan artistik.
Menggali latar belakang pengarang
Biodata pengarang
Latar belakang tempat/waktu/peristiwa
Waktu: Tahun kejadian
Tempat: Terjadi di mana
Peristiwa: Kejadian apa yang terjadi pada saat itu.
Analisis tokoh
1. Psikologis (latar belakang kejiwaan)
- Mentalitas, ukuran moral/membedakan antara yang baik dan tidak baik.
- Temperamen, keinginan dan perasaan pribadi, sikap dan kelakuan
- IQ. (intelligence Quotient), tingkat kecerdasan, keahlian khusus dalam
bidang-bidang tertentu.
2. Sosiologis (latar belakang kemasyarakatannya)
- Status social
- Pekerjaan, jabatan, peranan di dalam masyarakat
- Pendidikan
- Kehidupan pribadi
- Pandangan hidup, kepercayaan, agama, ideologi.
- Aktivitas sosial, organisasi, hobby.
- Bangsa, suku, keturunan.
3. Fisiologis (ciri-ciri badani)
- Usia (tingkat kedewasaan)
- Jenis kelamin
- Keadaan tubuhnya
- Ciri-ciri muka dan sebagainnya.
Artistik Terdiri dari:
Lampu
Kostum
Make up
Set Panggung
musik
TEATER SEBAGAI ORGANISASI
Proses Teater merupakan sebuah proses organisasi (bentuk kerja kolektif; di mana segala macam orang dengan segala macam fungsinya tergabung dalam suatu koordinasi yang rapi, dan juga mencakup juga pengertian sampai batas-batas yang sentimentil), seperti halnya diri manusia itu sendiri, atau layaknya seperti sebuah negara. Keberhasilan suatu pertunjukan teater dapat juga sebagai keberhasilan suatu seni organisasi; baik organisasi penyelenggaraannya (panitia produksi) maupun segi seni-seninya (penyutradaraan, penataan set, permainan, musik dan unsur-unsur lain). Berikut ini contoh elemen dari sebuah grup teater dalam mengadakan sebuah produksi.
- Pimpinan Produksi
Mengatur semua tim produksi menanyakan kendala-kendala dilapangan, apabila terdapat kendala di lapangan pimpinan produksi segera mengambil keputusan dan memberi jalan keluar langkah-langkah apa yang akan dilakukan selanjutnya.
- Sekretaris Produksi
Berurusan dengan surat-menyurat.
- Keungan Produksi / Bendahara
Memegang seluruh dana produksi dan mencatat keluar masuknya dana produksi.
- Urusan Dokumentasi
Pengadaan Photo
Pengadaan Camera
- Urusan Publikasi
Menyebar Panflet
Menyebar undangan kesurat kabar, atau siaran radio
- Urusan Pendanaan
Menyebarkan proposal keinstansi terkait
- Urusan Ticketting atau karcis
Menjual ticket
- Urusan Kesejahteraan
Menyediakan konsumsi untuk pekerja
- Urusan Perlengkapan
Pengadaan peralatan sekretariat
- Art Director / Pimpinan Artistik
membawahi dan mengontrol beberapa tim produksi, yakni
Penata panggung, penata musik, penata kostum, penata make Up, dan penata musik.
- Stage Manager/Manajer Panggung
Menetukan tempat
Pengadaan kelengkapan kebutuhan set
Mengatur para pemain ketika gladi kotor dan gladi bersih
Menentukan jadwal dan jam pemakaian panggung
Mengatur sirkulasi pemain di belakang panggung
Menentukan pembagian tempat pemain di bagian kiri dan kanan panggung. Supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti tertukarnya hand prop serta kostum
Menentukan kapan pertunjukan akan dimulai.
Saat pertunjukan berakhir memeriksa kembali ruang make up dan tempat-tempat lainnya siapa tahu ada barang yang tertingal.
Mengatur keluar masuk penoton
Cruw Panggung.
pekerja panggung yang medekorasi panggung
Setiap elemen memiliki tugas sendiri-sendiri dan sudah seharusnya untuk bertanggungjawab penuh atas tugas itu (secara profesional). Sebagai contoh seorang urusan pendanaan, ia harus memikirkan seberapa besar dana yang dibuhtuhkan? Dari mana dana itu didapatkan. Begitupula seorang Sutradara yang bertanggungjawab atas pola permainan panggung; (pemeran, cahaya, bunyi-bunyian, set panggung, make up, kostum, dan lain-lain). Jikalau kita memandang elemen dalam grup teater, ada kesamaan dengan elemen dalam tubuh kita sendiri; setiap organ tubuh memiliki fungsi sendiri, tetapi saling berhubungan dan tergabung dalam fungsi yang sempurna. Teater ibarat laboratorium kehidupan itu sendiri, seperti yang diungkapkan Peter Brook “Teater akan menjadi tempat yang indah bagi orang-orang yang mabuk dan kesepian, Teater merupakan sebuah tindak budaya, Teater bukanlah tempat untuk melarikan diri ataupun untuk mencari perlindungan”.
Tahap perancangan sutradara
1.Memilih atau menulis naskah
2.Menganalisis naskah
3.Membuat konsep
4.Membuat jadwal latihan
5.Menentukan tempat latihan
6.Mengumpulkan pemain dan tim artistik.
7.Memimpin latihan
1.Reading
2.Memilih pemain
3.Menentukan watak
4.Menentukan irama permainan
5.Menentukan blocking atau garis pemain
6.Mempertimbangkan keseimbangan panggug
7.Penciptaan komposisi
8.Levelitas
9.Teknik muncul
Tahapan ini merupakan tahapan penggalian sekaligus pencarian bentuk dan warna.
Catatan penting bagi sutradara ketika praktek berjalan
1.Sutradara mampu mengatur kecerdasan emosinya.
2.Bersikap bijak setiap menyikapi persoalan.
3.Bersikap terbuka menerima segala masukan, berani mengambil keputusan
tentunya dengan berbagai pertimbangan.
4.Memahami psikologis tiap-tiap aktornya.
5.Mampu membaca suasana apabila situasi pemain mengalami kejenuhan.
6.Selalu menciptakan suasana yang harmonis kepada seluruh tim produksi. bila
perlu bersikap humoris.
Tahapan Pementasan.
Pementasan merupakan hasil akhir dari sebuah penciptaan pemanggungan, keberhasilan seorang sutradara dalam mengelola segala unsur penciptaan teater akan tampak pada saat pementasan.
Thursday, November 19, 2009
PENTINGNYA MENGEMBANGKAN KEARIFAN BUDAYA LOKAL
Proses Kreatif Teater Melalui Karya Lakon
Moh. Noerdianza
Budaya lokal tradisi Sulawesi Tengah dikenal dengan sejarah tutur. Ini terbukti tidak adanya temuan para ahli arkeolog dan antropolog mengenai peninggalan tertulis, yang ada hanyalah peninggalan batu tua arca menhir sebagai warisan budaya, yang disebut zaman megalitikum. Bermula dari era mesolithikum (era peralihan dari peradaban batu tua yang di sebut paleolithikum menuju pada era peradaban batu muda neolithikum). (Rusdy Mastura, 2008). Di lembah-lembah tersebut rata-rata patung batu tertanam di tanah dengan bentuk yang unik sebagai perwujudan tokoh yang dianut ataupun disegani. Sebagai contoh, patung Tadulako dari lembah Besoa, (simbol panglima perang) pada bagian dada, mata bulat melotot, memakai ikat kepala (pekabalu) dan bagian pelipis terdapat benjolan yang menunjukkan telinga, tangan mengarah ke phallus (alat kelamin) yang menonjol. Menurut mitos diyakini sebagai simbol panglima perang dan nenek moyang, sehingga masing-masing diberikan sesaji untuk mendapatkan berkah. Begitu pula dengan Kalamba (tempat mandi raja) juga dari lembah Besoa, Kecamatan Lore, Kabupaten Poso. Badan Kalamba dihiasi pola hias melingkar dan motif hias hewan. Satu lagi patung yang unik adalah Palindo, replica arca menhir yang terdapat di Situs Padang Sepe, lembah Bada. Patung Palindo dianggap masyarakat sebagai penghibur, yakni perwujudan nenek moyang yang bernama Tasologi yang mampu mengangkat rakyat Bada melawan suku Musamba. Arca ini miring sekitar 30 derajat dengan tinggi 400 cm. Cerita mitos akan lebih menarik apabila ditansformasikan kembali dalam bentuk naskah memperkenalkan kepada khalayak bahwa Sulawesi Tengah memiliki warisan budaya zaman megalitikum. Yudiaryani mengemukakan betapa pentingnya proses transformasi sastra lisan menjadi karya lakon untuk dilestarikan mengingat betapa kayanya negeri ini akan hal itu.
Berkembangnya zaman berkembang pula pemikiran-pemikiran terhadap seni pertunjukan kreatif. Cerita rakyat yang juga disebut dengan cerita klasik, dalam konteks seni pertunjukan kreatif tidak lagi dipentaskan seolah-olah seperti wujud aslinya, melainkan dijadikan dasar pijakan untuk menciptakan sesuatu yang “baru”. Seperti halnya di negeri Eropa, kita mengenal kisah cinta “Romeo dan Juliet”, “Oidipus”, di Indonesia kita mengenal cerita klasik wong Jowo “Roro Mendut”, pada dewasa ini cerita klasik tersebut di rombak, memutarbalikkan fakta sesuai konteks ke-kinian, dan perubahannya bisa saja dilihat dari perubahan kostum, sett, properti, lakon, make up, pemeranan yang tidak lagi melihat latar belakang waktu, tempat dan peristiwa lampau melainkan peristiwa ke-kinian. Tetapi konvensi masa lalu tidak dibuang melainkan sebagai dasar pijakan. Sebelumnya, WS. Rendra, Arifin C. Noer, Teguh Karya, Sardono dan lain-lain. Sudah menghidupkan jiwa-raga tradisi yang akan sesat kalau dicari asal muasalnya ke Barat (Ign Arya Sanjaya, 2009:12).
Dalam disiplin ilmu pertunjukan mengembangkan tradisi budaya lokal ke dalam konteks ke-kinian disebut seni pertunjukan kontemporer. Kontemporer berasal dari kata tempo atau waktu pada masa kini atau dewasa ini. Maka dalam kontemporer tidak ada pertanyaan yang terjawab secara otomatis, tidak ada gaya yang wajib dianut, tidak ada penafsiran yang selalu benar. Jean Paul Sartre mengatakan bahwa manusia mendapat hukuman dengan hidup secara bebas. Dunia teater membebaskan sutradara, kreografer, komposer berhadapan dengan hampir semua kehidupan tanpa batas, yang membawanya pada kegelisahan eksistensial, yaitu kegelisahan yang mengerikan sebagai tantangan yang mendebarkan. Memang kegiatan teater di Indonesia juga ada yang berkiblat ke teater Barat sebagaimana yang dilakukan ATNI, lewat Asrul Sani, Teguh Karya dan Wahyu Sihombing. Tetapi yang lebih tegas dan deras adalah akar teater tradisi (Ign Arya Sanjaya, 2009:13).
Adanya karya-karya lakon yang berangkat dari budaya lokal sebagai batu loncatan bagi para seniman lokal dan pemerhati seni memperkenalkan dan melestarikan kebudayaannya melalui seni pertunjukan teater. Sebab Kesenian itu sendiri tidak pernah berdiri lepas dari masyarakat sebagai salah satu bagian yang penting dari kebudayaan. Bagaimanapun kebudayaan tidak dapat dilepaskan dari ruang, di mana kebudayaan itu dibangun, dipelihara, dan dilestarikan, atau bahkan diubah (Umar Kayam, 1980:38-39).
Moh. Noerdianza
Budaya lokal tradisi Sulawesi Tengah dikenal dengan sejarah tutur. Ini terbukti tidak adanya temuan para ahli arkeolog dan antropolog mengenai peninggalan tertulis, yang ada hanyalah peninggalan batu tua arca menhir sebagai warisan budaya, yang disebut zaman megalitikum. Bermula dari era mesolithikum (era peralihan dari peradaban batu tua yang di sebut paleolithikum menuju pada era peradaban batu muda neolithikum). (Rusdy Mastura, 2008). Di lembah-lembah tersebut rata-rata patung batu tertanam di tanah dengan bentuk yang unik sebagai perwujudan tokoh yang dianut ataupun disegani. Sebagai contoh, patung Tadulako dari lembah Besoa, (simbol panglima perang) pada bagian dada, mata bulat melotot, memakai ikat kepala (pekabalu) dan bagian pelipis terdapat benjolan yang menunjukkan telinga, tangan mengarah ke phallus (alat kelamin) yang menonjol. Menurut mitos diyakini sebagai simbol panglima perang dan nenek moyang, sehingga masing-masing diberikan sesaji untuk mendapatkan berkah. Begitu pula dengan Kalamba (tempat mandi raja) juga dari lembah Besoa, Kecamatan Lore, Kabupaten Poso. Badan Kalamba dihiasi pola hias melingkar dan motif hias hewan. Satu lagi patung yang unik adalah Palindo, replica arca menhir yang terdapat di Situs Padang Sepe, lembah Bada. Patung Palindo dianggap masyarakat sebagai penghibur, yakni perwujudan nenek moyang yang bernama Tasologi yang mampu mengangkat rakyat Bada melawan suku Musamba. Arca ini miring sekitar 30 derajat dengan tinggi 400 cm. Cerita mitos akan lebih menarik apabila ditansformasikan kembali dalam bentuk naskah memperkenalkan kepada khalayak bahwa Sulawesi Tengah memiliki warisan budaya zaman megalitikum. Yudiaryani mengemukakan betapa pentingnya proses transformasi sastra lisan menjadi karya lakon untuk dilestarikan mengingat betapa kayanya negeri ini akan hal itu.
Berkembangnya zaman berkembang pula pemikiran-pemikiran terhadap seni pertunjukan kreatif. Cerita rakyat yang juga disebut dengan cerita klasik, dalam konteks seni pertunjukan kreatif tidak lagi dipentaskan seolah-olah seperti wujud aslinya, melainkan dijadikan dasar pijakan untuk menciptakan sesuatu yang “baru”. Seperti halnya di negeri Eropa, kita mengenal kisah cinta “Romeo dan Juliet”, “Oidipus”, di Indonesia kita mengenal cerita klasik wong Jowo “Roro Mendut”, pada dewasa ini cerita klasik tersebut di rombak, memutarbalikkan fakta sesuai konteks ke-kinian, dan perubahannya bisa saja dilihat dari perubahan kostum, sett, properti, lakon, make up, pemeranan yang tidak lagi melihat latar belakang waktu, tempat dan peristiwa lampau melainkan peristiwa ke-kinian. Tetapi konvensi masa lalu tidak dibuang melainkan sebagai dasar pijakan. Sebelumnya, WS. Rendra, Arifin C. Noer, Teguh Karya, Sardono dan lain-lain. Sudah menghidupkan jiwa-raga tradisi yang akan sesat kalau dicari asal muasalnya ke Barat (Ign Arya Sanjaya, 2009:12).
Dalam disiplin ilmu pertunjukan mengembangkan tradisi budaya lokal ke dalam konteks ke-kinian disebut seni pertunjukan kontemporer. Kontemporer berasal dari kata tempo atau waktu pada masa kini atau dewasa ini. Maka dalam kontemporer tidak ada pertanyaan yang terjawab secara otomatis, tidak ada gaya yang wajib dianut, tidak ada penafsiran yang selalu benar. Jean Paul Sartre mengatakan bahwa manusia mendapat hukuman dengan hidup secara bebas. Dunia teater membebaskan sutradara, kreografer, komposer berhadapan dengan hampir semua kehidupan tanpa batas, yang membawanya pada kegelisahan eksistensial, yaitu kegelisahan yang mengerikan sebagai tantangan yang mendebarkan. Memang kegiatan teater di Indonesia juga ada yang berkiblat ke teater Barat sebagaimana yang dilakukan ATNI, lewat Asrul Sani, Teguh Karya dan Wahyu Sihombing. Tetapi yang lebih tegas dan deras adalah akar teater tradisi (Ign Arya Sanjaya, 2009:13).
Adanya karya-karya lakon yang berangkat dari budaya lokal sebagai batu loncatan bagi para seniman lokal dan pemerhati seni memperkenalkan dan melestarikan kebudayaannya melalui seni pertunjukan teater. Sebab Kesenian itu sendiri tidak pernah berdiri lepas dari masyarakat sebagai salah satu bagian yang penting dari kebudayaan. Bagaimanapun kebudayaan tidak dapat dilepaskan dari ruang, di mana kebudayaan itu dibangun, dipelihara, dan dilestarikan, atau bahkan diubah (Umar Kayam, 1980:38-39).
Subscribe to:
Posts (Atom)